TUGAS
TERSTRUKTUR MATA KULIAH FARMAKOLOGI
“KELOLA
DIABETES ANDA”
Disusun
oleh:
Kelompok 5
Nana Harminah I1A015003
Yusuf Fahmi Jauhar Maknun I1A015023
Andjani Romanita Yuliani I1A015033
Missi Suci I1A015038
Siti Isttikomah Isnaeni I1A015043
Riyan Istiqomah I1A015059
Rakhma Melinda I1A015061
Sekar Ratri Aningdiyah I1A015062
Mairina Yulistiani I1A015 097
Fita Aulia Ningtiyas I1A015111
Renadha Yokhebed Sainan I1A015117
KEMENTERIAN
RISET TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI
UNIVERSITAS
JENDERAL SOEDIRMAN
KESEHATAN
FAKULTAS ILMU-ILMU KESEHATAN
JURUSAN
KESEHATAN MASYARAKAT
PURWOKERTO
2016
BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Diabetes Mellitus adalah sekelompok kelainan
heterogen atau gangguan metabolisme kronis yang ditandai kadar glukosa darah
tinggi (hiperglikemi) disertai gangguan metabolisme karbohidrat, lipid, dan
protein sebagai akibat insifiensi atau defisiensi insulin oleh sel beta
kelenjar pankreas (Ghoffar, 2012: 1). Insulin adalah hormon (cairan kimia) yang
menolong, mengatur, dan mengendalikan fungsi tubuh tertentu. Insulin dihasilkan
oleh pankreas, sebuah kelenjar buntu yang kecil terdapat tepat dibawah lambung.
Di dalam pankreas itu, terdapat “sel-sel beta” yang khas yang disebut
pulau-pulau Langerhans yang
mengeluarkan insulin langsung ke aliran darah. Sampai disana insulin
mengendalikan jumlah glukosa di dalam darah (Johnson, 1998: 19).
Jika tubuh tidak mempunyai insulin maka tidak ada
cara untuk mengendalikan glukosa di dalam darah, dalam hal ini seseorang berada
pada suatu kesusahan besar. Semua glukosa dari makanan akan tinggal di dalam
darah dan kadar gula darah akan sangat tinggi setelah makan. Seseorang itu akan
merasa sangat sakit bahkan bisa menjadi tidak sadarkan diri karena tubuh tak
mampu mengatasi gula yang berlebihan di dalam darah dalam seketika. Kejadian
ini disebut “Hiperglikemia” atau kadar gula darah yang tinggi (Johnson, 1998:
19). Gejala yang dikeluhkan pada penderita diabetes melitus yaitu polidipsia,
poliuria, polifagia, penurunan berat
badan, dan kesemutan.
Di Indonesia, saat ini penyakit diabetes mellitus
belum menempati skala prioritas utama pelayanan
kesehatan, walaupun sudah jelas dapat negatifnya, yaitu berupa penurunan
kualitas sumber daya manusia, terutama akibat menaun yang ditimbulkannya. Dalam
berbagai penelitian di Indonesia, didapatkan angka prevalensi diabetes mellitus
sebesar 1,5%-2,3% pada penduduk usia lebih dari 15 tahun, bahkan pada suatu penelitian epidemiologis di Manado
didapatkan prevalensi diabetes Mellitus 6,1%. Penelitian yang di lakukkan di
Jakarta, Surabaya, Makasar dan kota-kota lain di Indonesia membuktikan adanya
kenaikan prevalensi dari tahun ke tahun. Berdasarkan pola pertambahan penduduk,
diperkirakan tahun 2020 nanti akan ada sejumlah 178 juta penduduk berusia di atas 20 tahun dan dengan
asumsi prevalensi dibetes mellitus sebesar 4% akan didapatkan 7 juta pasien
diabetes mellitus suatu jumlah yang sangat besar untuk dapat segera ditangani oleh
berbagai profesi kesehatan (Ghoffar, 2012: 1-2).
B.
Rumusan
Masalah
1. Apa
saja tipe-tipe diabetes mellitus?
2. Faktor
apa saja yang mempengaruhi penyakit diabetes mellitus?
3. Apa
saja tanda dan gejala penyakit diabetes mellitus?
4. Strategi
terapi apa yang digunakan untuk pengobatan diabetes mellitus?
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Tipe-Tipe
Diabetes Mellitus
1.
Diabetes Mellitus Tipe I atau Insulin-Dependent Diabetes
Sekitar 10% orang yang mengidap
diabetes memiliki diabetes tipe I atau diabetes yang bergantung pada insulin.
Tubuh mereka tidak memproduksi dan karenanya suntikan insulin secara teratur
dibutuhkan untuk memelihara gula darah yang normal.
2. Diabetes
Melitus Tipe II
Sekitar 85% orang yang mengidap
diabetes memiliki diabetes tipe II atau diabetes yang tidak bergantung pada
insulin. Tubuh mereka memproduksi sejumlah insulin, tetapi itu tidak mencukupi
atau cacat.
Beberapa perbedaan utama antara
Diabetes Tipe I dan Diabetes Tipe II, seperti dapat dilihat pada tabel dibawah
ini :
|
Diabetes
Mellitus Tipe I
|
Diabetes
Mellitus Tipe II
|
Mula Muncul
|
Umumnya masa
kanak-kanak dan remaja walaupun ada juga pada masa dewasa < 40 tahun
|
Pada usia tua,
umumnya > 40 tahun
|
Keadaan Klinis Saat
Diagnosis
|
Berat
|
Ringan
|
Kadar Insulin Darah
|
Rendah, tidak ada
|
Cukup Tingi, normal
|
Berat Badan
|
Biasanya kurus
|
Gemuk atau normal
|
Pengelolaan yang
disarankan
|
Terapi insulin, diet,
olahraga
|
Diet, olahraga,
hipoglikemik oral
|
(Depkes RI, 2005 dalam Ghoffar,
2012: 26).
3. Diabetes
Mellitus Gestasional
Terjadi peningkatan sekresi
beberapa hormon yang mempunyai efek metabolik terhadap toleransi glukosa, maka
kehamilan adalah suatu keadaan diabetogenik.
4. Diabetes
Tipe Lain :
a. Defek
genetik fungsi sel beta
b. Defek
genetik kerja insulin: resisten insulin tipe A, leprechaunism, sindrom rabson mandenhall, diabetes loproatrofik,
dan lainnya.
c. Penyakit
eksokrin pankreas: pankreasitis, trauma/pankreatektomi, neuplasma,
fibrisiskistik, hemokromatosis. pankreatopati fibro kalkulus, dan lainnya.
d. Endokrinopati:
akromegalih, sindrom cushing, feokromositoma, hipertiroidisme sumatus tatinoma,
aldosterunoma, dan lainnya.
e. Karena
obat atau zat kimia: vacor,
pentamidin, asam likotinod, glukokortitoid, hormon tiroid, diazoxic, agonis β adrenergic,
tiazid, dilantin, interferon α, dan
lainnya
f. Infeksi:
rubella konginetal dan lainnya
g. Imunologi
(jarang: sindrom “stiff-man” antibodi
anti reseptor insulin dan lainnya
h. Sindroma
genetik lain: sindrom down, syndrom klinefilter, syndrom turner, syndrom
wolfram’s, ataxia fried riech’s, chorea
hunting, syndrom laurence/ moon/biedel, distrofi miotonik, perferia, syndrom
pradelwili, dan lainnya
(ADA, 2005).
B.
Faktor-Faktor
Penyebab Berdasarkan Tipe Diabetes
1. Diabetes
Mellitus Tipe I
a. Faktor-faktor
genetika
b. Diabetes
dari infeksi virus (virus cocksakie, rubella, CMVirus, herpes)
2. Diabetes
Mellitus Tipe II
a. Faktor-faktor
keturunan
b. Kelebihan
berat badan
c. Kurang
olahraga
d. Umur
e. Jenis
kelamin
f. Pengaruh
geografis
g. Latar
belakang ras dan etnis
3. Diabetes
melitus Gestasional
a. Usia
tua
b. Etnik
c. Obesitas
d. Multiparitas
e. Riwayat
keluarga
f. Riwayat
getasional terdahulu
C.
Tanda-Tanda
dan Gejala Diabetes Melitus
Tergantung
insulin tipe 1
|
Tidak
tergantung insulin tipe 2
|
Biasanya terjadi
dengan tiba-tiba
|
Biasanya terjadi
secara diam-diam dan pelan-pelan
|
Dahaga yang sangat
|
Sebagian atau
seluruhnya tanda-tanda dan gejala-gejala seperti pada diabetes tipe 1 dan/atau
|
Sering buang air
kecil
|
Gatal-gatal, terutama
pada daerah kemaluan
|
Lapar yang sangat
|
Luka atau goresan
lambat sembuh
|
Berkurang berat badan
|
Sering lambat sembuh
infeksi tak jelas penyebabnya pada kulit, gusi, dan kandung kencing
|
Mudah jengkel
|
Rasa nyeri, pegal dan
rasa ditusuk – tusuk pada tungai dan kaki
|
Kurang tenaga
|
Penglihatan kabur
|
Lemah dan lesu
|
Mual dan muntah
|
Semut mengerubungi
air kencing
|
-
|
(Johnson,
1998: 49).
D.
Strategi
Terapi yang Digunakan untuk Pengobatan Diabetes Mellitus
Strategi terapi
(penatalaksanaan terapi) untuk penderita diabetes mellitus dibagi menjadi secara non farmakologi dan farmakologi.
1.
Non Farmakologi
a.
Pendidikan pada Pasien
Agar pengobatan diabetes
mellitus dapat optimum pasien perlu diberikan pengetahuan tentang segala hal
yang berkaitan dengan diabetes mellitus. Tetapi tidak hanya untuk pasien juga
untuk keluarganya harus mendapat pengetahuan yang cukup mendalam mengenai penyebab
dan strategi terapi diabetes mellitus. Pengobatan akan dipermudah bila pasien
mampu membuat keputusan-keputusan yang tepat dalam perawatan penyakitnya
sehari-hari.
Pemberian pengetahuan secara
dini hendaklah menekankan pentingnya segi-segi praktis pengobatan penyakit,
yang meliputi perencanaan diet dan teknik pemantauan glukosa dan keton-keton.
Perlu disampaikan kepada pasien kaitan-kaitan yang ada antara diet, aktivitas
fisik dan obat-obatan yang digunakan. Dukungan dari dokter (pemberi
diagnosis/sebagai pemberi
instruksi), apoteker (pemberi obat dan informasi), dan ahli gizi serta perawat
(untuk membantu perawatan) merupakan hal penting dalam mencapai sasaran
pemberian pengetahuan. Pemberian pengetahuan dan pengobatan akan paling efektif
bila semua unsur profesional tersebut saling berkomunikasi mengenai pasiennya
secara perorangan.
b.
Diet
Diet merupakan hal penting pada
semua jenis diabetes mellitus dan juga bermanfaat bagi pasien yang menderita
gangguan toleransi glukosa. Tujuan terapi diet hendaknya diberitahukan kepada
pasien dan ahli gizi yang merawat dan sasaran pemberian diet supaya ditelaah
ulang secara teratur. Rencana
makanan harus dibuat dengan mempertimbangkan kesukaan, penghasilan dan
kebutuhan masing-masing pasien.
Perencanaan modifikasi diet
mulai dari sasaran kalori, konsistensi, komposisi makanan dengan karbohidrat
50-60%; protein 10-20%; lemak 25-30%; serat 25 g/1000 kkal; pemanis buatan, dan
penggunaan alkohol harus dibatasi.
c.
Olah Raga
Berolah raga secara teratur
dapat menurunkan dan menjaga kadar glukosa darah tetap normal. Prinsipnya,
tidak perlu olah raga berat tetapi olah raga ringan asal dilakukan secara
teratur akan sangat bagus pengaruhnya bagi kesehatan. Olah raga yang disarankan adalah yang
bersifat CRIPE (Continuous, Rhytmical, Interval, Progressive, Endurance
Training). Sedapat mungkin
mencapai zona sasaran 75-85% denyut nadi maksimal (22-umur). Disesuaikan dengan
kemampuan dan kondisi penderita. Contoh olah raga yang disarankan seperti jalan
atau lari pagi, bersepeda, berenang, dll.
2.
Farmakologi
a.
Insulin
Insulin adalah hormon yang dihasilkan
dari sel β pankreas dalam merespon glukosa. Insulin merupakan polipeptida yang
terdiri dari 51 asam amino tersusun dalam 2 rantai, rantai A terdiri dari 21
asam amino dan rantai B terdiri dari 30 asam amino. Insulin mempunyai peran
yang sangat penting dan luas dalam pengendalian metabolisme, efek kerja insulin
adalah membantu transport glukosa dari darah ke dalam sel.
Macam-macam sediaan insulin:
1)
Insulin kerja singkat
Sediaan ini terdiri dari insulin tunggal biasa, mulai
kerjanya baru sesudah setengah jam (injeksi subkutan), contoh: Actrapid, Velosulin, Humulin Regular.
2)
Insulin kerja panjang (long-acting)
Sediaan insulin ini bekerja dengan cara mempersulit
daya larutnya di cairan jaringan dan menghambat resorpsinya dari tempat injeksi
ke dalam darah. Metode yang digunakan adalah mencampurkan insulin dengan
protein atau seng atau mengubah bentuk fisiknya, contoh: Monotard Human.
3)
Insulin kerja sedang (medium-acting)
Sediaan insulin ini jangka waktu efeknya dapat
divariasikan dengan mencampurkan beberapa bentuk insulin dengan lama kerja
berlainan, contoh: Mixtard 30 HM (Tjay dan Rahardja, 2002). Universitas
Sumatera Utara Secara keseluruhan sebanyak 20-25% pasien DM tipe 2 kemudian
akan memerlukan insulin untuk mengendalikan kadar glukosa darahnya. Untuk
pasien yang sudah tidak dapat dikendalikan kadar glukosa darahnya dengan
kombinasi metformin dan sulfonilurea, langkah selanjutnya yang mungkin
diberikan adalah insulin (Waspadji, 2010).
b.
Obat Antidiabetik Oral
Obat-obat antidiabetik oral ditujukan
untuk membantu penanganan pasien diabetes mellitus tipe 2. Farmakoterapi
antidiabetik oral dapat dilakukan dengan menggunakan satu jenis obat atau
kombinasi dari dua jenis obat (Ditjen Bina Farmasi dan Alkes, 2005).
1)
Golongan Sulfonilurea
Golongan obat ini bekerja merangsang
sekresi insulin dikelenjar pankreas, oleh sebab itu hanya efektif apabila
sel-sel β Langerhans pankreas masih
dapat berproduksi. Penurunan kadar glukosa darah yang terjadi setelah pemberian
senyawa-senyawa sulfonilurea disebabkan oleh perangsangan sekresi insulin oleh
kelenjar pankreas. Obat golongan ini merupakan pilihan untuk diabetes dewasa
baru dengan berat badan normal dan kurang serta tidak pernah mengalami
ketoasidosis sebelumnya (Ditjen Bina Farmasi dan Alkes, 2005).
Sulfonilurea generasi pertama
Tolbutamid diabsorbsi dengan baik tetapi cepat dimetabolisme dalam hati. Masa
kerjanya relatif singkat, dengan waktu paruh eliminasi 4-5 jam (Katzung, 2002).
Dalam darah tolbutamid terikat
protein plasma. Di dalam hati obat ini diubah menjadi karboksitolbutamid dan
diekskresi melalui ginjal (Handoko dan Suharto, 1995).
Asektoheksamid dalam tubuh cepat
sekali mengalami biotransformasi, masa paruh plasma 0,5-2 jam. Tetapi dalam
tubuh obat ini diubah menjadi 1-hidroksilheksamid yang ternyata lebih kuat efek
hipoglikemianya daripada asetoheksamid sendiri. Selain itu itu
1-hidroksilheksamid juga memperlihatkan masa paruh yang lebih panjang,
kira-kira 4-5 jam (Handoko dan Suharto, 1995).
Klorpropamid cepat diserap oleh usus,
70-80% dimetabolisme di dalam hati dan metabolitnya cepat diekskresi melalui
ginjal. Dalam darah terikat albumin, masa paruh kira-kira 36 jam sehingga
efeknya masih terlihat beberapa hari setelah pengobatan dihentikan (Handoko dan
Suharto, 1995).
Tolazamid diserap lebih lambat di
usus daripada sulfonilurea lainnya dan efeknya pada glukosa darah tidak segera
tampak dalam beberapa jam setelah pemberian. Waktu paruhnya sekitar 7 jam
(Katzung, 2002).
Sulfonilurea generasi kedua Gliburid
(glibenklamid) khasiat hipoglikemisnya yang kira-kira 100 kali lebih kuat
daripada tolbutamida. Sering kali ampuh dimana obat-obat lain tidak efektif
lagi, risiko hipoglikemia juga lebih besar dan sering terjadi. Pola kerjanya
berlainan dengan sulfonilurea yang lain yaitu dengan single-dose pagi hari mampu menstimulasi sekresi insulin pada
setiap pemasukan glukosa (selama makan) (Tjay dan Rahardja, 2002). Obat ini
dimetabolisme di hati, hanya 21% metabolit diekresi melalui urin dan sisanya
diekskresi melalui empedu dan ginjal (Handoko dan Suharto, 1995).
Glipizid memiliki waktu paruh 2-4
jam, 90% glipizid dimetabolisme dalam hati menjadi produk yang aktif dan 10%
diekskresikan tanpa perubahan melalui ginjal (Katzung, 2002).
Glimepiride dapat mencapai penurunan
glukosa darah dengan dosis paling rendah dari semua senyawa sulfonilurea. Dosis
tunggal besar 1 mg terbukti efektif dan dosis harian maksimal yang dianjurkan
adalah 8 mg. Glimepiride mempunya waktu paruh 5 jam dan dimetabolisme secara
lengkap oleh hati menjadi produk yang tidak aktif (Katzung, 2002).
2)
Golongan Biguanida
Golongan ini yang tersedia adalah
metformin, metformin menurunkan glukosa darah melalui pengaruhnya terhadap
kerja insulin pada tingkat selular dan menurunkan produksi gula hati. Metformin
juga menekan nafsu makan hingga berat badan tidak meningkat, sehingga layak
diberikan pada penderita yang overweight (Ditjen Bina Farmasi dan Alkes, 2005).
3)
Golongan Tiazolidindion
Golongan obat baru ini memiliki
kegiatan farmakologis yang luas dan berupa penurunan kadar glukosa dan insulin
dengan jalan meningkatkan kepekaan bagi insulin dari otot, jaringan lemak dan
hati, sebagai efeknya penyerapan glukosa ke dalam jaringan lemak dan otot meningkat.
Tiazolidindion diharapkan dapat lebih tepat bekerja pada sasaran kelainan yaitu
resistensi insulin tanpa menyebabkan hipoglikemia dan juga tidak menyebabkan
kelelahan sel β pankreas. Contoh: Pioglitazone, Troglitazon.
4)
Golongan Inhibitor Alfa Glukosidase
Obat ini bekerja secara kompetitif
menghambat kerja enzim glukosidase alfa di dalam saluran cerna sehingga dapat
menurunkan hiperglikemia postprandrial. Obat ini bekerja di lumen usus dan
tidak menyebabkan Universitas Sumatera Utara hipoglikemia dan juga tidak
berpengaruh pada kadar insulin. Contoh: Acarbose (Tjay dan Rahardja, 2002).
BAB
III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Diabetes Mellitus Tipe 2 (DM Tipe
2) adalah penyakit gangguan metabolik yang di tandai oleh kenaikan gula darah
akibat penurunan sekresi insulin oleh sel beta pankreas dan atau ganguan fungsi
insulin yang terjadi melalui 3 cara yaitu rusaknya sel-sel β pankreas karena
pengaruh dari luar (virus, zat kimia, dll), penurunan reseptor glukosa pada
kelenjar pankreas, atau kerusakan reseptor insulin di jaringan perifer.
Penderita diabetes melitus biasanya mengeluhkan gejala khas seperti poliphagia
(banyak makan), polidipsia (banyak minum), poliuria (banyak kencing/sering
kencing di malam hari) nafsu makan bertambah namun berat badan turun dengan
cepat (5-10 kg dalam waktu 2-4 minggu) mudah lelah, dan kesemutan. Kejadian DM Tipe 2 lebih banyak terjadi pada
wanita sebab wanita memiliki peluang
peningkatan indeks masa tubuh yang lebih besar. Berdasarkan hasil Riset
Kesehatan Dasar pada tahun 2008 prevalensi DM di Indonesia membesar hingga 57%.
Peningkatan Kejadian Diabetes Melitus tipe 2 di timbulkan oleh faktor faktor
seperti riwayat diabetes melitus dalam keluarga, umur, Obesitas, tekanan darah
tinggi, dyslipidemia, toleransi glukosa terganggu, kurang aktivitas, riwayat DM pada kehamilan. Untuk menegakkan
diagnosis Diabetes Melitus Tipe 2 yaitu
ditemukan keluhan dan gejala yang khas dengan hasil pemeriksaan glukosa darah
sewaktu >200 mg/dl, glukosa darah puasa >126 mg/dl. Penatalaksanaan
Diabetes Melitus dapat dilakukan dengan pemilihan obat oral hiperglikemik dan
insulin serta modifikasi gaya hidup seperti diet, dan olahraga teratur untuk
menghindari komplikasi seperti ketoasidosis diabetik, koma Hiperosmoler Non
Ketotik (KHNK) dan kemolakto asidosis, penyakit jantung.
DAFTAR
PUSTAKA
Betteng, Richardo, Damayanti
Pangemanan, dan Nelly Mayulu. 2014. “Analisis Faktor Resiko Penyebab Terjadinya
Diabetes Mellitus Tipe 2 pada Wanita Usia Produktif di Puskesmas Wawonasa”. Jurnal e-Biomedik (eBM). Vol 2 No 2:
404-412.
Ditjen Bina Farmasi dan Alkes. 2005.
Pharmaceutical Care untuk penyakit
Diabetes Mellitus. Jakarta: Departemen Kesehatan RI.
Ghoffar, Mohammad. 2012. SALAT Olahraga Ampuh untuk Diabetes Mellitus.
Yogyakarta: Graha Ilmu. Halaman 1, 2, dan 26.
Handoko, T., dan Suharto B. 1995. Insulin Glukagon dan Antidiabetik Dalam
Farmakologi dan Terapi, edisi IV. Jakarta, Gaya Baru.
Johnson, Marilyn. 1998. Diabetes Terapi dan Pencegahannya. Jawa
Barat: Indonesia Publishing House. Halaman 19 dan 49.
Katzung, B. G. 2002. Farmakologi Dasar dan Klinik, edisi II.
Jakarta: Salemba Medika.
Noor, Restyana. 2015. “Diabetes
Melitus Tipe II”. Volume 4 No 5. Fakultas Kedokteran, Unila. From: juke.kedokteran.unila.ac.id/index.php/majority/article/download/.../619,
diakses
17 Maret 2016.
Tjay, T.H., Rahardja, K. (2002). Obat-obat Penting : Khasiat, Penggunaan, dan
Efek-Efek Sampingnya. Edisi VI. Jakarta:PT. Elex Media Komputindo.
Waspadji, S. 2006. Komplikasi Kronik Diabetes : Mekanisme
Terjadinya, Diagnosis dan Strategi pengelolaan. Jakarta: Penerbit FK UI.
Wati, W. 2013.
“Diabetes Mellitus”. Makalah Universitas
Sumatera Utara. From: http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/37913/4/Chapter%20II.pdf, diakses 17 Maret 2016.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar