Selasa, 27 Desember 2016

tugas terstruktur Farmakologi Kelompok 5 "Kelola Diabetes Anda"

TUGAS TERSTRUKTUR MATA KULIAH FARMAKOLOGI

“KELOLA DIABETES ANDA”




Disusun oleh:
Kelompok 5
Nana Harminah                                   I1A015003
Yusuf Fahmi Jauhar Maknun              I1A015023
Andjani Romanita Yuliani                  I1A015033
Missi Suci                                            I1A015038
Siti Isttikomah Isnaeni                                    I1A015043
Riyan Istiqomah                                  I1A015059
Rakhma  Melinda                                I1A015061
Sekar Ratri Aningdiyah                       I1A015062
Mairina Yulistiani                                I1A015 097
Fita Aulia Ningtiyas                            I1A015111
Renadha Yokhebed Sainan                 I1A015117


KEMENTERIAN RISET TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
KESEHATAN FAKULTAS ILMU-ILMU KESEHATAN
JURUSAN KESEHATAN MASYARAKAT
PURWOKERTO
2016



BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Diabetes Mellitus adalah sekelompok kelainan heterogen atau gangguan metabolisme kronis yang ditandai kadar glukosa darah tinggi (hiperglikemi) disertai gangguan metabolisme karbohidrat, lipid, dan protein sebagai akibat insifiensi atau defisiensi insulin oleh sel beta kelenjar pankreas (Ghoffar, 2012: 1). Insulin adalah hormon (cairan kimia) yang menolong, mengatur, dan mengendalikan fungsi tubuh tertentu. Insulin dihasilkan oleh pankreas, sebuah kelenjar buntu yang kecil terdapat tepat dibawah lambung. Di dalam pankreas itu, terdapat “sel-sel beta” yang khas yang disebut pulau-pulau Langerhans yang mengeluarkan insulin langsung ke aliran darah. Sampai disana insulin mengendalikan jumlah glukosa di dalam darah (Johnson, 1998: 19).
Jika tubuh tidak mempunyai insulin maka tidak ada cara untuk mengendalikan glukosa di dalam darah, dalam hal ini seseorang berada pada suatu kesusahan besar. Semua glukosa dari makanan akan tinggal di dalam darah dan kadar gula darah akan sangat tinggi setelah makan. Seseorang itu akan merasa sangat sakit bahkan bisa menjadi tidak sadarkan diri karena tubuh tak mampu mengatasi gula yang berlebihan di dalam darah dalam seketika. Kejadian ini disebut “Hiperglikemia” atau kadar gula darah yang tinggi (Johnson, 1998: 19). Gejala yang dikeluhkan pada penderita diabetes melitus yaitu polidipsia, poliuria, polifagia,  penurunan berat badan, dan kesemutan.
Di Indonesia, saat ini penyakit diabetes mellitus belum menempati skala prioritas utama pelayanan  kesehatan, walaupun sudah jelas dapat negatifnya, yaitu berupa penurunan kualitas sumber daya manusia, terutama akibat menaun yang ditimbulkannya. Dalam berbagai penelitian di Indonesia, didapatkan angka prevalensi diabetes mellitus sebesar 1,5%-2,3% pada penduduk usia lebih dari 15 tahun, bahkan  pada suatu penelitian epidemiologis di Manado didapatkan prevalensi diabetes Mellitus 6,1%. Penelitian yang di lakukkan di Jakarta, Surabaya, Makasar dan kota-kota lain di Indonesia membuktikan adanya kenaikan prevalensi dari tahun ke tahun. Berdasarkan pola pertambahan penduduk, diperkirakan tahun 2020 nanti akan ada sejumlah 178  juta penduduk berusia di atas 20 tahun dan dengan asumsi prevalensi dibetes mellitus sebesar 4% akan didapatkan 7 juta pasien diabetes mellitus suatu jumlah yang sangat besar untuk dapat segera ditangani oleh berbagai profesi kesehatan (Ghoffar, 2012: 1-2).

B.     Rumusan Masalah
1.      Apa saja tipe-tipe diabetes mellitus?
2.      Faktor apa saja yang mempengaruhi penyakit diabetes mellitus?
3.      Apa saja tanda dan gejala penyakit diabetes mellitus?
4.      Strategi terapi apa yang digunakan untuk pengobatan diabetes mellitus?


BAB II
PEMBAHASAN

A.    Tipe-Tipe Diabetes Mellitus
1.      Diabetes Mellitus Tipe I atau Insulin-Dependent Diabetes
Sekitar 10% orang yang mengidap diabetes memiliki diabetes tipe I atau diabetes yang bergantung pada insulin. Tubuh mereka tidak memproduksi dan karenanya suntikan insulin secara teratur dibutuhkan untuk memelihara gula darah yang normal.
2.    Diabetes Melitus Tipe II
Sekitar 85% orang yang mengidap diabetes memiliki diabetes tipe II atau diabetes yang tidak bergantung pada insulin. Tubuh mereka memproduksi sejumlah insulin, tetapi itu tidak mencukupi atau cacat.
Beberapa perbedaan utama antara Diabetes Tipe I dan Diabetes Tipe II, seperti dapat dilihat pada tabel dibawah ini :

Diabetes Mellitus Tipe I
Diabetes Mellitus Tipe II
Mula Muncul
Umumnya masa kanak-kanak dan remaja walaupun ada juga pada masa dewasa < 40 tahun
Pada usia tua, umumnya > 40 tahun
Keadaan Klinis Saat Diagnosis
Berat
Ringan
Kadar Insulin Darah
Rendah, tidak ada
Cukup Tingi, normal
Berat Badan
Biasanya kurus
Gemuk atau normal
Pengelolaan yang disarankan
Terapi insulin, diet, olahraga
Diet, olahraga, hipoglikemik oral
(Depkes RI, 2005 dalam Ghoffar, 2012: 26).
3.      Diabetes Mellitus Gestasional
Terjadi peningkatan sekresi beberapa hormon yang mempunyai efek metabolik terhadap toleransi glukosa, maka kehamilan adalah suatu keadaan diabetogenik.
4.    Diabetes Tipe Lain :
a.       Defek genetik fungsi sel beta
b.      Defek genetik kerja insulin: resisten insulin tipe A, leprechaunism, sindrom rabson mandenhall, diabetes loproatrofik, dan lainnya.
c.       Penyakit eksokrin pankreas: pankreasitis, trauma/pankreatektomi, neuplasma, fibrisiskistik, hemokromatosis. pankreatopati fibro kalkulus, dan lainnya.
d.      Endokrinopati: akromegalih, sindrom cushing, feokromositoma, hipertiroidisme sumatus tatinoma, aldosterunoma, dan lainnya.
e.       Karena obat atau zat kimia: vacor, pentamidin, asam likotinod, glukokortitoid, hormon tiroid, diazoxic, agonis β adrenergic, tiazid, dilantin, interferon α, dan lainnya
f.       Infeksi: rubella konginetal dan lainnya
g.      Imunologi (jarang: sindrom “stiff-man” antibodi anti reseptor insulin dan lainnya
h.      Sindroma genetik lain: sindrom down, syndrom klinefilter, syndrom turner, syndrom wolfram’s, ataxia fried riech’s, chorea hunting, syndrom laurence/ moon/biedel, distrofi miotonik, perferia, syndrom pradelwili, dan lainnya
(ADA, 2005).

B.     Faktor-Faktor Penyebab Berdasarkan Tipe Diabetes
1.    Diabetes Mellitus Tipe I
a.       Faktor-faktor genetika
b.      Diabetes dari infeksi virus (virus cocksakie, rubella, CMVirus, herpes)
2.    Diabetes Mellitus Tipe II
a.       Faktor-faktor keturunan
b.      Kelebihan berat badan
c.       Kurang olahraga
d.      Umur
e.       Jenis kelamin
f.       Pengaruh geografis
g.      Latar belakang ras dan etnis
3.    Diabetes melitus Gestasional
a.       Usia tua
b.      Etnik
c.       Obesitas
d.      Multiparitas
e.       Riwayat keluarga
f.       Riwayat getasional terdahulu

C.    Tanda-Tanda dan Gejala Diabetes Melitus
Tergantung insulin tipe 1
Tidak tergantung insulin tipe 2
Biasanya terjadi dengan tiba-tiba
Biasanya terjadi secara diam-diam dan pelan-pelan
Dahaga yang sangat
Sebagian atau seluruhnya tanda-tanda dan gejala-gejala seperti pada diabetes tipe 1 dan/atau
Sering buang air kecil
Gatal-gatal, terutama pada daerah kemaluan
Lapar yang sangat
Luka atau goresan lambat sembuh
Berkurang berat badan
Sering lambat sembuh infeksi tak jelas penyebabnya pada kulit, gusi, dan kandung kencing
Mudah jengkel
Rasa nyeri, pegal dan rasa ditusuk – tusuk pada tungai dan kaki
Kurang tenaga 
Penglihatan kabur
Lemah dan lesu
Mual dan muntah
Semut mengerubungi air kencing
-
(Johnson, 1998: 49).

D.    Strategi Terapi yang Digunakan untuk Pengobatan Diabetes Mellitus
Strategi terapi (penatalaksanaan terapi) untuk penderita diabetes mellitus dibagi menjadi secara non farmakologi dan farmakologi.
1.    Non Farmakologi
a.       Pendidikan pada Pasien
Agar pengobatan diabetes mellitus dapat optimum pasien perlu diberikan pengetahuan tentang segala hal yang berkaitan dengan diabetes mellitus. Tetapi tidak hanya untuk pasien juga untuk keluarganya harus mendapat pengetahuan yang cukup mendalam mengenai penyebab dan strategi terapi diabetes mellitus. Pengobatan akan dipermudah bila pasien mampu membuat keputusan-keputusan yang tepat dalam perawatan penyakitnya sehari-hari.
Pemberian pengetahuan secara dini hendaklah menekankan pentingnya segi-segi praktis pengobatan penyakit, yang meliputi perencanaan diet dan teknik pemantauan glukosa dan keton-keton. Perlu disampaikan kepada pasien kaitan-kaitan yang ada antara diet, aktivitas fisik dan obat-obatan yang digunakan. Dukungan dari dokter (pemberi diagnosis/sebagai pemberi instruksi), apoteker (pemberi obat dan informasi), dan ahli gizi serta perawat (untuk membantu perawatan) merupakan hal penting dalam mencapai sasaran pemberian pengetahuan. Pemberian pengetahuan dan pengobatan akan paling efektif bila semua unsur profesional tersebut saling berkomunikasi mengenai pasiennya secara perorangan.
b.      Diet
Diet merupakan hal penting pada semua jenis diabetes mellitus dan juga bermanfaat bagi pasien yang menderita gangguan toleransi glukosa. Tujuan terapi diet hendaknya diberitahukan kepada pasien dan ahli gizi yang merawat dan sasaran pemberian diet supaya ditelaah ulang secara teratur. Rencana makanan harus dibuat dengan mempertimbangkan kesukaan, penghasilan dan kebutuhan masing-masing pasien.
Perencanaan modifikasi diet mulai dari sasaran kalori, konsistensi, komposisi makanan dengan karbohidrat 50-60%; protein 10-20%; lemak 25-30%; serat 25 g/1000 kkal; pemanis buatan, dan penggunaan alkohol harus dibatasi.
c.       Olah Raga
Berolah raga secara teratur dapat menurunkan dan menjaga kadar glukosa darah tetap normal. Prinsipnya, tidak perlu olah raga berat tetapi olah raga ringan asal dilakukan secara teratur akan sangat bagus pengaruhnya bagi kesehatan. Olah raga yang disarankan adalah yang bersifat CRIPE (Continuous, Rhytmical, Interval, Progressive, Endurance Training). Sedapat mungkin mencapai zona sasaran 75-85% denyut nadi maksimal (22-umur). Disesuaikan dengan kemampuan dan kondisi penderita. Contoh olah raga yang disarankan seperti jalan atau lari pagi, bersepeda, berenang, dll.
2.    Farmakologi
a.       Insulin
Insulin adalah hormon yang dihasilkan dari sel β pankreas dalam merespon glukosa. Insulin merupakan polipeptida yang terdiri dari 51 asam amino tersusun dalam 2 rantai, rantai A terdiri dari 21 asam amino dan rantai B terdiri dari 30 asam amino. Insulin mempunyai peran yang sangat penting dan luas dalam pengendalian metabolisme, efek kerja insulin adalah membantu transport glukosa dari darah ke dalam sel.
Macam-macam sediaan insulin:
1)      Insulin kerja singkat
Sediaan ini terdiri dari insulin tunggal biasa, mulai kerjanya baru sesudah setengah jam (injeksi subkutan), contoh: Actrapid, Velosulin, Humulin Regular.
2)      Insulin kerja panjang (long-acting)
Sediaan insulin ini bekerja dengan cara mempersulit daya larutnya di cairan jaringan dan menghambat resorpsinya dari tempat injeksi ke dalam darah. Metode yang digunakan adalah mencampurkan insulin dengan protein atau seng atau mengubah bentuk fisiknya, contoh: Monotard Human.
3)      Insulin kerja sedang (medium-acting)
Sediaan insulin ini jangka waktu efeknya dapat divariasikan dengan mencampurkan beberapa bentuk insulin dengan lama kerja berlainan, contoh: Mixtard 30 HM (Tjay dan Rahardja, 2002). Universitas Sumatera Utara Secara keseluruhan sebanyak 20-25% pasien DM tipe 2 kemudian akan memerlukan insulin untuk mengendalikan kadar glukosa darahnya. Untuk pasien yang sudah tidak dapat dikendalikan kadar glukosa darahnya dengan kombinasi metformin dan sulfonilurea, langkah selanjutnya yang mungkin diberikan adalah insulin (Waspadji, 2010).
b.      Obat Antidiabetik Oral
Obat-obat antidiabetik oral ditujukan untuk membantu penanganan pasien diabetes mellitus tipe 2. Farmakoterapi antidiabetik oral dapat dilakukan dengan menggunakan satu jenis obat atau kombinasi dari dua jenis obat (Ditjen Bina Farmasi dan Alkes, 2005).
1)      Golongan Sulfonilurea
Golongan obat ini bekerja merangsang sekresi insulin dikelenjar pankreas, oleh sebab itu hanya efektif apabila sel-sel β Langerhans pankreas masih dapat berproduksi. Penurunan kadar glukosa darah yang terjadi setelah pemberian senyawa-senyawa sulfonilurea disebabkan oleh perangsangan sekresi insulin oleh kelenjar pankreas. Obat golongan ini merupakan pilihan untuk diabetes dewasa baru dengan berat badan normal dan kurang serta tidak pernah mengalami ketoasidosis sebelumnya (Ditjen Bina Farmasi dan Alkes, 2005).
Sulfonilurea generasi pertama Tolbutamid diabsorbsi dengan baik tetapi cepat dimetabolisme dalam hati. Masa kerjanya relatif singkat, dengan waktu paruh eliminasi 4-5 jam (Katzung, 2002).
Dalam darah tolbutamid terikat protein plasma. Di dalam hati obat ini diubah menjadi karboksitolbutamid dan diekskresi melalui ginjal (Handoko dan Suharto, 1995).
Asektoheksamid dalam tubuh cepat sekali mengalami biotransformasi, masa paruh plasma 0,5-2 jam. Tetapi dalam tubuh obat ini diubah menjadi 1-hidroksilheksamid yang ternyata lebih kuat efek hipoglikemianya daripada asetoheksamid sendiri. Selain itu itu 1-hidroksilheksamid juga memperlihatkan masa paruh yang lebih panjang, kira-kira 4-5 jam (Handoko dan Suharto, 1995).
Klorpropamid cepat diserap oleh usus, 70-80% dimetabolisme di dalam hati dan metabolitnya cepat diekskresi melalui ginjal. Dalam darah terikat albumin, masa paruh kira-kira 36 jam sehingga efeknya masih terlihat beberapa hari setelah pengobatan dihentikan (Handoko dan Suharto, 1995).
Tolazamid diserap lebih lambat di usus daripada sulfonilurea lainnya dan efeknya pada glukosa darah tidak segera tampak dalam beberapa jam setelah pemberian. Waktu paruhnya sekitar 7 jam (Katzung, 2002).
Sulfonilurea generasi kedua Gliburid (glibenklamid) khasiat hipoglikemisnya yang kira-kira 100 kali lebih kuat daripada tolbutamida. Sering kali ampuh dimana obat-obat lain tidak efektif lagi, risiko hipoglikemia juga lebih besar dan sering terjadi. Pola kerjanya berlainan dengan sulfonilurea yang lain yaitu dengan single-dose pagi hari mampu menstimulasi sekresi insulin pada setiap pemasukan glukosa (selama makan) (Tjay dan Rahardja, 2002). Obat ini dimetabolisme di hati, hanya 21% metabolit diekresi melalui urin dan sisanya diekskresi melalui empedu dan ginjal (Handoko dan Suharto, 1995).
Glipizid memiliki waktu paruh 2-4 jam, 90% glipizid dimetabolisme dalam hati menjadi produk yang aktif dan 10% diekskresikan tanpa perubahan melalui ginjal (Katzung, 2002).
Glimepiride dapat mencapai penurunan glukosa darah dengan dosis paling rendah dari semua senyawa sulfonilurea. Dosis tunggal besar 1 mg terbukti efektif dan dosis harian maksimal yang dianjurkan adalah 8 mg. Glimepiride mempunya waktu paruh 5 jam dan dimetabolisme secara lengkap oleh hati menjadi produk yang tidak aktif (Katzung, 2002).
2)      Golongan Biguanida
Golongan ini yang tersedia adalah metformin, metformin menurunkan glukosa darah melalui pengaruhnya terhadap kerja insulin pada tingkat selular dan menurunkan produksi gula hati. Metformin juga menekan nafsu makan hingga berat badan tidak meningkat, sehingga layak diberikan pada penderita yang overweight (Ditjen Bina Farmasi dan Alkes, 2005).
3)      Golongan Tiazolidindion
Golongan obat baru ini memiliki kegiatan farmakologis yang luas dan berupa penurunan kadar glukosa dan insulin dengan jalan meningkatkan kepekaan bagi insulin dari otot, jaringan lemak dan hati, sebagai efeknya penyerapan glukosa ke dalam jaringan lemak dan otot meningkat. Tiazolidindion diharapkan dapat lebih tepat bekerja pada sasaran kelainan yaitu resistensi insulin tanpa menyebabkan hipoglikemia dan juga tidak menyebabkan kelelahan sel β pankreas. Contoh: Pioglitazone, Troglitazon.
4)      Golongan Inhibitor Alfa Glukosidase
Obat ini bekerja secara kompetitif menghambat kerja enzim glukosidase alfa di dalam saluran cerna sehingga dapat menurunkan hiperglikemia postprandrial. Obat ini bekerja di lumen usus dan tidak menyebabkan Universitas Sumatera Utara hipoglikemia dan juga tidak berpengaruh pada kadar insulin. Contoh: Acarbose (Tjay dan Rahardja, 2002).


BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Diabetes Mellitus Tipe 2 (DM Tipe 2) adalah penyakit gangguan metabolik yang di tandai oleh kenaikan gula darah akibat penurunan sekresi insulin oleh sel beta pankreas dan atau ganguan fungsi insulin yang terjadi melalui 3 cara yaitu rusaknya sel-sel β pankreas karena pengaruh dari luar (virus, zat kimia, dll), penurunan reseptor glukosa pada kelenjar pankreas, atau kerusakan reseptor insulin di jaringan perifer. Penderita diabetes melitus biasanya mengeluhkan gejala khas seperti poliphagia (banyak makan), polidipsia (banyak minum), poliuria (banyak kencing/sering kencing di malam hari) nafsu makan bertambah namun berat badan turun dengan cepat (5-10 kg dalam waktu 2-4 minggu) mudah lelah, dan kesemutan.  Kejadian DM Tipe 2 lebih banyak terjadi pada wanita  sebab wanita memiliki peluang peningkatan indeks masa tubuh yang lebih besar. Berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar pada tahun 2008 prevalensi DM di Indonesia membesar hingga 57%. Peningkatan Kejadian Diabetes Melitus tipe 2 di timbulkan oleh faktor faktor seperti riwayat diabetes melitus dalam keluarga, umur, Obesitas, tekanan darah tinggi, dyslipidemia, toleransi glukosa terganggu, kurang aktivitas,  riwayat DM pada kehamilan. Untuk menegakkan diagnosis  Diabetes Melitus Tipe 2 yaitu ditemukan keluhan dan gejala yang khas dengan hasil pemeriksaan glukosa darah sewaktu >200 mg/dl, glukosa darah puasa >126 mg/dl. Penatalaksanaan Diabetes Melitus dapat dilakukan dengan pemilihan obat oral hiperglikemik dan insulin serta modifikasi gaya hidup seperti diet, dan olahraga teratur untuk menghindari komplikasi seperti ketoasidosis diabetik, koma Hiperosmoler Non Ketotik (KHNK) dan kemolakto asidosis, penyakit jantung. 



DAFTAR PUSTAKA

Alodokter. 2015. Diabetes Tipe 2. http://www.alodokter.com/diabetes-tipe-2/, diakses 17 Maret 2016.
Betteng, Richardo, Damayanti Pangemanan, dan Nelly Mayulu. 2014. “Analisis Faktor Resiko Penyebab Terjadinya Diabetes Mellitus Tipe 2 pada Wanita Usia Produktif di Puskesmas Wawonasa”. Jurnal e-Biomedik (eBM). Vol 2 No 2: 404-412.
Ditjen Bina Farmasi dan Alkes. 2005. Pharmaceutical Care untuk penyakit Diabetes Mellitus. Jakarta: Departemen Kesehatan RI.
Ghoffar, Mohammad. 2012. SALAT Olahraga Ampuh untuk Diabetes Mellitus. Yogyakarta: Graha Ilmu. Halaman 1, 2, dan 26.
Handoko, T., dan Suharto B. 1995. Insulin Glukagon dan Antidiabetik Dalam Farmakologi dan Terapi, edisi IV. Jakarta, Gaya Baru.
Johnson, Marilyn. 1998. Diabetes Terapi dan Pencegahannya. Jawa Barat: Indonesia Publishing House. Halaman 19 dan 49.
Katzung, B. G. 2002. Farmakologi Dasar dan Klinik, edisi II. Jakarta: Salemba Medika.
Noor, Restyana. 2015. “Diabetes Melitus Tipe II”. Volume 4 No 5. Fakultas Kedokteran, Unila. From: juke.kedokteran.unila.ac.id/index.php/majority/article/download/.../619, diakses 17 Maret 2016.
Tjay, T.H., Rahardja, K. (2002). Obat-obat Penting : Khasiat, Penggunaan, dan Efek-Efek Sampingnya. Edisi VI. Jakarta:PT. Elex Media Komputindo.
Waspadji, S. 2006. Komplikasi Kronik Diabetes : Mekanisme Terjadinya, Diagnosis dan Strategi pengelolaan. Jakarta: Penerbit FK UI.
Wati, W. 2013. “Diabetes Mellitus”. Makalah Universitas Sumatera Utara. From: http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/37913/4/Chapter%20II.pdf, diakses 17 Maret 2016.




Tidak ada komentar:

Posting Komentar