Nama :
Mairina Yulistiani
NIM :
I1A015097
Kelas : A
Kesehatan Masyarakat
BAB
1
PENDAHULUAN
A. LATAR
BELAKANG
Pada zaman yang semakin modern
ini,pola pikir masyarakat sudah sangat berkembang dengan cepat. Hal itu bisa
dilihat dari anak-anak mereka yang melanjutkan pendidikannya kejenjang yang
lebih tinggi lagi. Terutama bagi mereka yang notabene adalah ‘orang punya’.
Namun,tidak jarang juga ‘orang biasa’ pun ada yang melanjutkan sampai kejenjang
yang lebih tinggi tersebut. Pendidikan adalah hak setiap bangsa. Itulah menurut
mereka. Tetapi,masih ada saja yang merasa kalau itu semua hanya berlaku untuk
mereka yang ‘punya’.
Ketika mereka sakitpun,mereka lebih
memilih untuk berobat ke dukun desa setempat atau hanya meminta air kepada pak
kiyai yang mereka anggap bisa menyembuhkan. Bahkan ketika sakit sudah parah pun
mereka lebih memilih untuk berobat ke puskesmas atau bidan. Mereka merasa tidak
pantas untuk berobat ke rumah sakit terutama dengan biaya yang cukup mahal
sekalipun mereka sudah memiliki BPJS. Mereka baru mau di bawa kerumah sakit
bila ada kerabat,atau tetangga yang mereka anggap mengerti tentang penyakit tersebut.
B. DATA
Di tempat saya,Desa
Bulak,Cirebon,anak-anak yang bisa melanjutkan kejenjang yang lebih tinggi masih
di dominasi oleh orang tua mereka yang ber’punya’. Selebihnya memilih untuk
bekerja atau bahkan menikah.
Tidak banyak pula kasus kematian karena
terlambat di bawa ke rumah sakit. Atau harus kehilangan salah satu anggota
tubuhnya karena telat mendapat penanganan dokter. Ketika mereka measa tidak
mampu untuk beraktifitas lagi,mereka lebih memilih untuk memeriksakannya kepada
bisan terdekat padahal bidan merekomendasikan untuk dibawa ke rumah sakit
supaya mendapat pertolongan yang lebih cepat. Saat ada yang melahirkan pun
mereka memilih memanggil atau sekedar memeriksakan kandungannya ke dukun desa.
Padahal kita tidak tahu apakah kondisi janin di dalamnya baik-baik saja atau
tidak.
C. RUMUSAN
MASALAH
1. Apa
yang menyebabkan hal tersebut terjadi?
2. Kenapa
lebih di dominasi oleh ‘orang punya’?
3. Kenapa
mereka memilih menikah?
4. Apa
alasan bagi mereka yang memilih bekerja?
5. Kenapa
mereka lebih memilih dukun desa atau meminta air kepada pak kiyai?
6. Bagaimana
cara mengubah pola pikir masyarakat tersebut?
BAB 2
PEMBAHASAN
Banyaknya
anak-anak yang bisa melanjutkan kejenjang perkuliahan tidak lain dari pengaruh
stratifikasi sosial masyarakat sekitar. Yang dimana menurut mereka hanya
orang-orang dari kalangan berpunyalah yang pantas untuk bisa melanjutkan sampai
ke jenjang tersebut. Pola pikir tersebut mereka tekankan kepada anak-anak
mereka dan pada akhirnya membuat anak-anak tersebut merasa minder dan memilih
untuk tidak melanjutkan pendidikan. Padahal rata-rata dari mereka memiliki
kemampuan yang mampu dan bila diasah mereka pun bisa bersaing dengan yang lain.
Hal ini sesuai dengan teori Karl Max
yang menyatakan bahwa orang-orang kaya menguasai semua bidang,sedangkan
orang-orang miskin dikuasai oleh orang-orang kaya.
Mereka
yang merasa berpunya tidak sungkan-sungkan untuk bisa melanjutkan pendidikan
anak-anaknya bahkan sampai ke luar negeri sekalipun. Karena bagi mereka
pendidikan adalah yang utama dibanding apapun. Bila perlu,kalau nanti bisa
berjodoh harus dengan orang kaya juga agar hidup mereka bisa makmur. Tentu hal
ini sangat bertolak belakang. Karena bagaimanapun orang-orang miskin juga
berhak mendapatkan pendidikan yang layak. Hanya saya mereka sudah terlalu
‘manut’ dengan teori bahwa hanya orang-orang kaya lah yang bisa mendapatkan
segalanya.
Hal
ini pula lah yang membuat mereka tidak jarang untuk menikahkan anak mereka.
Selain karena keinginan anak-anak mereka sendiri,juga terkadang mereka
dijodohkan dengan anak dari orang yang stratifikasinya sedikit tinggi dari
mereka. Lalu kalau sudah begini,siapa yang bisa menolak? Terutama mereka yang
perempuan,yang menurut ibu mereka pada akhirnya perempuan hanya akan tinggal di
dapur,sumur,dan kasur. Lalu bagi laki-laki menikah bukannya sesuatu yang harus
terburu-buru. Mereka yang tidak bisa melanjutkan pendidikan,biasanya memilih
untuk bekerja ke Ibukota. Dengan harapan setelah nanti sukses mereka akan
menikah. Masih sama alasannya,karena
stratifikasi sosial. Atau bahkan mereka sudah mencoba untuk daftar ke perguruan
negeri,namun hasilnya nihil. Mereka merasa putus asa dan akhirnya memilih untuk
bekerja.
Stratifikasi
sosial yang mereka terapkan ini berdampak buruk pada keturunan mereka kelak.
Pada akhirnya anak cucu mereka nanti akan selalu merasa minder dan tidak mampu
melakukan apapun yang sebenarnya mereka mampu untuk melakukannya. Stratifikasi sosial ini pula berdampak pada
perbedaan gaya hidup sesuai pendapat Max
Weber yang menyebutkan A Specific
Stlye Of Life. Perbedaan gaya hidup ini akan jelas terlihat mana kala
ketika mengantarkan anak-anak mereka ke sekolah. Mereka yang orang-orang kaya
akan mengenakan baju bagus,serta perhiasan yang bisa mengundang perhatian.
Bukan hanya itu,uang jajan untuk anaknya pun akan lebih besar dari yang
lainnya. Sedangkan mereka yang orang-orang miskin,ketika mengantarkan anaknya
kesekolah,mereka hanya berpenampilan ala kadarnya,serta tidak menggunakan
perhiasan yang bisa saja akan mengundang bahaya untuk dirinya sendiri.
Selain
itu dampak stratifikasi yang lain menurut Peter
L. Berger adalah Symbol Status. Symbol status ini akan sangat melekat mana
kala orang tersebut sudah mendapat gelar. Misalnya seorang dokter. Orang-orang
miskin tentunya akan sangat menghormati orang tersebut. Menurut mereka,dokter
itu adalah orang yang harus mereka segani. Sehingga batas stratifikasi sosial
jelas terlihat untuk hal ini.
Puskesmas,rumah
sakit adalah hal yang perlu kita sosialisasikan kepada mereka. Karena mereka
masih menganggap dukun desa,serta pak kiyai bisa menyembuhkan segalanya.
Contohnya,ada orang yang terkena infeksi dikakinya lalu menurut kerabatnya
untuk meminta air kepada pak kiyai tersebut. Karena menurut mereka itu adalah
santet. Lalu,setelah semakin parah mereka pun memberikan ramuan-ramuan yang
mereka buat sendiri yang belum tentu bisa menyembuhkan. Barulah setelah semakin
parah,dan disarankan oleh orang yang mereka hormati,mereka mau membawa anggota
keluarga mereka tersebut ke rumah sakit. Dan setelah diperiksa oleh
dokter,pasien harus di amputasi karena sudah menyebar kemana-mana dan akan
membahayakan bila tidak segera di tindak lanjuti.
Inilah
yang terjadi karena mereka menggap
dokter dan rumah sakit hanya untuk orang-orang kaya. Yang dimana,mereka merasa
tidak mampu bila harus menyaingi orang-orang kaya tersebut. Mereka memilih ke dukun
atau meminta air pak kiyai karena menurut mereka hal tersebut adalah penanganan
pertama. Dan bila tidak ada reaksi yang berkelanjutan,mereka akan mengulanginya
lagi saat terjadi hal yang sama. Mereka menganggap dukun desa adalah dokternya
mereka. Selain murah,juga bisa terjangkau. Bahkan mereka hanya perlu membayar
dengan beberapa liter beras dan uang yang ala kadarnya.
BAB 3
PENUTUP
Kita
tentu ingin mereka mengubah pola pikir tersebut bukan? Lantas apa yang bisa
kita lakukan? Sosialisasi? Tidak cukup hanya sosialisasi. Pemikiran tersebut
sudah melekat erat di ingatan mereka. Pendekatan lebih dekat seperti mengajak
mereka berobat ke rumah sakit langsung ketika sakit dan memberitahu bahwa rumah
sakit bukan hanya untuk orang-orang kaya saja,tetapi mereka pun layak
mendapatkan fasilitas rumah sakit tersebut. Atau kita bisa melakukannya dengan
mengajak dokter yang bertugas di puskesmas tersebut untuk mengunjungi
rumah-rumah warga yang memang membutuhkan pertolongan medis. Serta memberi
pandangan kepada ibu-ibu hamil tentang bahayanya bila terjadi sesuatu dengan
kandungannya yang hanya diurut atau diperiksakan ke dukun desa. Mungkin cara
itulah yang dapat sedikit merubah pola pikir masyarakat setempat. Memang susah
untuk merubahnya secara total karena hal tersebut sudah melekat dan apabila
tidak ada keinginan sendiri untuk merubahnya. Apalagi di era jaman yang sudah
semakin modern ini. Sudah seharusnya kita sebagai agen preventif untuk turun
langsung dan melakukan perubahan kepada masyarakat-masyarakat yang masih buta
akan pentingnya kesehatan dan terbutakan pula oleh konsep stratifikasi mereka
yang menganggap semuanya ada batasnya.
Stratifikasi
sosial dikalangan masyarakat saat ini harus kita hapuskan. Karena,bagaimana
mereka bisa maju bila masih ada perbedaan yang membuat mereka merasa tidak
mampu. Bagaimana mereka bisa menunjukan kelebihannya bila mereka masih merasa
hanya orang-orang kaya lah yang berhak mendapatkannya. Dan menurut mereka juga
hanya orang-orang kaya lah yang berhak menggunakan puskesmas atau rumah sakit.
Munculnya stratifikasi sosial ini karena adanya perbedaan atau penilaian
seseorang yang menduduki status tertentu.
DAFTAR PUSTAKA
Sudarma,Momon.
2012. Sosiologi untuk Kesehatan. Jakarta : Salemba Medika.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar