MATA KULIAH
DASAR KESEHATAN REPRODUKSI
TEORI PERKAWINAN
DAN GENETIKA
Disusun
oleh:
Kelompok
: 2
Kelas
: A
Tiara
Rimona Febintika (I1A015024)
Anita
Firstiana Nemesis (I1A015035)
Linda
Rossita Wanti (I1A015073)
Mairina
Yulistiani (I1A015097)
M.
Fariz Al Ghozi
(I1A015082)
Fita
Aulia Ningtyas (I1A015111)
KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI
FAKULTAS ILMU-ILMU KESEHATAN
JURUSAN KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
PURWOKERTO
2016
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Manusia mempunyai dua golongan sel dalam tubuhnya yaitu, sel “somatic”
(somatik) dan “germ line” (germinal). Hampir semua sel dalam tubuh
adalah sel somatik, dimana sel tersebut terdapat didalam semua organ tubuh dan berfungsi
sesuai dengan masing-masing organ kecuali fungsi untuk melanjutkan keturunan
genetik untuk generasi maka mereka selanjutnya. Sel tersebut adalah sel
germinal, ialah sel yang mengandung gen pada sel sperma dan sel telur yang
menyimpan informasi gen untuk anak cucu mereka. Sel somatik, dalam intinya
mengandung kromosom somatik yang sering disebut autosomal kromosom, sedang sel
germinal mengandung seks kromosom atau sering disebut X,Y kromosom. Dimana XX
terdapat pada sel telur (ova) dan XY kromosom pada sel sperma (spermatozoa).
Gangguan kelainan genetik yang diturunkan, dapat terjadi pada autosomal
kromosom, seks kromosom dan mutasi genetik pada susunan pasangan basanya (DNA) (Darmono, 2012).
Gangguan kelainan genetik adalah suatu kondisi penyakit yang
disebabkan oleh adanya abnormalitas didalam gen atau kromosom pada sel
seseorang. Istilah penyakit genetik biasanya terjadi pada semua sel dari
jaringan tubuh, hal tersebut timbul, sejak terjadinya proses pembuahan pada induk
atau ibu yang mengandungnya (Darmono, 2012).
Sejak lama telah dikenal beberapa penyakit atau kelainan
metabolisme didalam tubuh manusia, yang disebabkan karena tidak adanya gen yang
mengawasi pembentukan enzim yang sangat dibutuhkan untuk berbagai proses
fisiologi tertentu. Apabila gen yang dibutuhkan untuk menentukan enzim tertentu
itu tidak ada, maka enzim tidak akan terbentuk, dan terjadilah suatu blok
metabolisme. Dengan adanya blok metabolisme ini terjadilah gangguan metabolisme
dalam tubuh orang dan yang bersangkutan akan menderita penyakit metabolisme
bawaan (Suryo. 1986).
Albinisme merupakan salah satu penyakit dari kesalahan metabolisme
bawaan. Kelainan ini disebabkan karena tubuh seseorang tidak mampu membentuk
enzim yang diperlukan untuk mengubah asam amino tirosin menjadi beta-3,
4-Dihidroksiphenylalanin untuk selanjutnya diubah menjadi pigmen melanin. Jadi
albinisme bukannya disebabkan karena adanya penimbunan. tirosin dalam tubuh,
melainkan karena tidak dapatnya tirosin diubah menjadi melanin (Suryo. 1986).
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengertian
Genetika dan Penurunan Sifat Autosomal
Istilah genetika berasal dari kata genos,
yang berarti suku bangsa atau asal-usul. Genetika merupakan ilmu yang
mempelajari tentang asal-usul/keturunan; variasi pada organisme; dan berbagai
problematika manusia seperti kesehatannya,
cacat lahirnya jasmani maupun mental, pewarisan ciri-ciri dan kelainan bawaan,
bahkan sampai merekayasanya. Sedangkan, genetika manusia adalah ilmu yang
mempelajari variasi manusia dan interaksi antara faktor genetika dan faktor
lingkungan yang menghasilkan variasi tersebut (Maryunani, 2010).
Penurunan sifat autosomal adalah penurunan sifat yang diperankan oleh autosom
(kromosom pada sel somatis). Penurunan autosomal terdiri dari autosomal dominan dan autosomal resesif. Autosomal dominan diperankan dalam oleh gen dominan pada sel
somatis, sedangkan autosomal resesif
diperankan oleh gen resesif yang terdapat pada sel somatis (Maryunani,
2010).
B.
Pengertian
Albinisme
Albinisme adalah suatu kelainan yang disebabkan
oleh homozigot resesif aa, sehingga tubuh seseorang tidak mampu membentuk enzim
yang diperlukan untuk mengubah asam amino-resin menjadi
3,4-dihidroksifenilalanin yang selanjutnya akan diubah menjadi pigmen melanin.
Pigmen melanin diperlukan untuk mewarnai rambut, kulit, dan mata. Penderita
akan tampak berkulit merah muda, rambut putih, dan bermata sehat (Maryunani, 2010).
Albinisme merupakan suatu contoh yang
baik untuk trait yang tergantung pada gen resesif. Seorang yang bukan albino,
maka pigmen melanin dibentuk dalam kulit, rambut, dan iris. Seorang albino
tidak ditemukan deposit pigmen melanin di daerah tersebut, sehingga kulit
bewarna merah muda, rambut putih dan mata merah karena refleksi pembuluh darah
pada mata (Maryunani,
2010).
Albinisme adalah penderita tidak mampu
membentuk enzim untuk tiroksin β 3,4-dihidroksi phenyl alanin (DOPA) sehingga
tidak mempunyai pigmen melanin, yang membuat warna rambut, warna kulit, dan
warna mata menjadi rusak. Normal (AA dan Aa) dan penderita (aa) (Maryunani,
2010).
C. Macam-macam
Albinisme
Handayani
dkk (2011) Albinisme
merupakan kelainan genetik berupa gangguan sintesis melanin yang terjadi pada
berbagai ras manusia dan merupakan kelainan autosomal resesif. Berdasarkan ciri
fenotip, albinisme dibagi menjadi dua kelompok besar, yaitu: Ocular Albinism
(OA) dan Oculocutaneous Albinism (OCA).
1.
Ocular Albinism (OA)
Ocular
Albinism (OA)
dapat dibagi menjadi 3 tipe, yaitu OA1, OA2, dan OA3. Penderita Ocular
Albinism (OA) kekurangan pigmen hanya pada mata, sedangkan rambut dan kulit
memiliki pigmen normal.
2.
Oculocutaneous Albinism
(OCA)
Oculocutaneous
Albinism (OCA)
dapat dibagi menjadi beberapa tipe, yaitu OCAIA, OCAIB, OCA2, OCA3,dan OCA4. Penyandang Oculocutaneous Albinism (OCA)
rata-rata terjadi pada 1/20.000 orang diseluruh dunia.
D. Gejala
Albinisme
Semua tipe albinisme mempunyai kelainan yang sama pada bola mata
termasuk gejala nistagmus congenital, hipopigmentasi iris yang berkembang
menjadi translusensi iris, kurangya pigmentasi dari epitel retina, foveal
hipoplasi, berkurangnya penglihatan pada kisaran 20/60 – 20/400 dan kesalahan
alat fraksi, dan derajat pencitaan warna juga berkurang. Gejala fotofobia
mungkin terjadi secara permanen. Sering terjadi adanya gangguan pergerakan
syaraf optik, termasuk persilangan serabut kiasma optik yang berakibat
terjadinya strabismus dan berkurangnya penglihatan sterioskopik (Darmono,
2012).
E. Penanggulangan
Penyakit/bule adalah suatu
kondisi penyakit yang tidak dapat disembuhkan, tetapi beberapa perlakuan dapat
dikerjakan untuk meringankan gejala penyakit. Yang paling penting adalah
meningkatkan daya penglihatan, melindungi mata dari sinar terang, dan mencegah
kerusakan kulit dari sinar matahari. Perbaikan kondisi tersebut sangat
bergantung pada tipe dari albinisme dan keparahan gejala yang terjadi, pada
orang tertentu dengan gejala ocular albinisme mungkin dapat terjadi perubahan
normal pigmentasi dari kulit, sehingga tidak perlu dilakukan pencegahan
kerusakan kulit. Bagian yang terpenting untuk terapi adalah rehabilitasi
penglihatan, operasi adalah salah satu alternatif untuk memperbaiki otot mata
untuk mengurangi gejala nistamus, strabismus kesalahan refraktif seperti
astigmatisme. Operasi strabismus dapat menigkatkan daya penglihatan, begitu
juga operasi pada penderita nistagmus.penggunaan kacamata atau lensa kontak
juga dapat dilakukan untuk mengoreksi penglihatan untuk membaca atau melihat
jauh walaupun penglihatan tersebut masih belum sempurna (Darmono,2012).
BAB III
TINJAUAN KASUS
Sewaktu muda, penduduk
Brisbane dengan albinisme bernama Marion Morrison, 68 tahun, disekolahkan di
sekolah tuna netra karena kemampuan penglihatannya yang rendah. Saudara
laki-lakinya, Ken, menghadiri sekolah biasa, namun amat kesulitan mengikuti
pelajaran. Menurut Morrison, kemampuan penglihatannya kira-kira 5 persen. Ia
juga mewarnai rambutnya saat berusia 22 tahun, karena muak dijadikan bahan
omongan orang lain. "Pertama kali, ibu mertua saya yang mewarnai. Ia
menggunakan warna pirang madu, tapi jadinya malah warna aprikot [sejenis
persik] terang. Akhirnya saya pergi ke salon," ceritanya.
Morrison gemar bermain
lawn bowls, yaitu olahraga yang agak mirip bowling, tapi dilakukan di taman.
Permainan luar ruangan ini cukup beresiko bagi seseorang dengan albinisme yang
harus berhati-hati terhadap sinar matahari. Tahun 1990, di Selandia Baru, ia
sempat mengalami terbakar matahari yang cukup parah karena bermain lawn bowls
di tengah suhu tinggi.Untuk mencegah hal macam itu terjadi lagi, ia harus
memakai celana panjang, sarung tangan, dan topi, hingga yang terlihat hanya
mulut dan pipinya.Morrison memiliki empat anak laki-laki, tapi tidak ada di
antara mereka yang mengalami albinisme. Salah satu cucunya hidup dengan
albinisme ringan.
Kasus yang lain dialami
oleh Ted Thomas, yang berusia 71 tahun dan berasal dari New South Wales,
membawa sejumlah kacamata ke konferensi. Ia sudah memakai kacamata khusus sejak
berusia 14 minggu, dan begitu bangun pagi, ia harus langsung memakai kacamata
hitam.Seperti banyak orang dengan albinisme lainnya, Thomas sensitif terhadap
cahaya matahari. Namun, saat ia masih muda, belum ada tabir surya dalam bentuk
seperti yang banyak dipakai sekarang ini.Pengetahuan masyarakat tentang
albinisme pun dahulu belum seperti sekarang. Hingga ia mengaku sering ditanya
mengapa rambutnya begitu putih dan sering diejek dengan julukan seperti tokoh
kartun hantu 'Casper.' Berbeda dengan Marion, Ted
Thomas mengaku tak ada anak atau cucunya yang hidup dengan albinisme.
Thomas
dan Marion hidup dengan jenis albinisme yang bernama oculocutaneous albinisme.
Albinisme diturunkan dengan cara resesif. Ini berarti, terjadi bila kedua orang
tua adalah pembawa gen albinisme, dan untuk satu anak dari pasangan macam ini,
kemungkinan albinisme sebesar satu banding empat.
Kisah
lain datang dari Karissa Harp dan suaminya tidak hidup dengan albinisme, tapi
memiliki dua anak dengan albinisme. Saat ini, mereka tengah berusaha agar
anak-anak mereka tidak mengalami rendah diri karena kondisi tersebut, sekaligus
menjaga kondisi fisik mereka, seperti memastikan agar mereka lebih sering
memakai tabir surya. Ada juga perempuan dengan albinisme di Tuvalu yang harus
berjalan dengan mata tertutup dan tangan meraba-raba agar tidak menabrak
sesuatu.
Dr Murray Brilliant,
direktur Sentra Genetika Manusia di Klinik Marshfield, Amerika Serikat,
menyatakan bahwa di Australia perbandingan terjadi kondisi albinisme adalah
sekitar 1:17.000. Ada populasi tertentu di dunia, seperti penduduk bumiputera
Kuna di Panama di mana perbandingannya lebih tinggi. Menurut Murray Brilliant,
yang meneliti tentang genetika di Tanzania, Afrika, ada banyak mitos tentang
albinisme di negara tersebut. "Situasi di Tanzania cukup buruk bagi mereka
yang mengalami albinisme. Ada kepercayaan tentang sihir tertentu dan bahwa
bagian tubuh bisa jadi obat atau bahan ramuan, terutama bagian tubuh orang
dengan albinisme," ceritanya. Hingga, banyak orang dengan albinisme yang
dibunuh untuk bagian tubuh mereka, bahkan, terkadang disembelih di hadapan
orang tua mereka, cerita Brilliant. Ini juga terjadi di banyak negara
sub-sahara lain di Afrika.
Menurut Melanie Boulton, yang anaknya mengalami
albinisme, sebutan 'albino' sebenarnya kurang sopan dan cenderung merendahkan,
karena kata albino menunjuk pada kondisinya dan bukan orang yang mengalami
kondisi tersebut."Tidak benar pula bahwa orang dengan albinisme memiliki mata merah
seperti kelinci," ungkap MIke McGowan, direktur eksekutif Organisasi
Albinisme dan Hypopigmentasi di Amerika Serikat.
BAB IV
PEMBAHASAN
Perkawinan
merupakan ikatan lahir batin dan persatuan antara 2 pribadi yang berasal dari
keluarga, sifat, kebiasaan dan budaya yang berbeda. Perkawinan juga memerlukan
penyesuaian secara terus menerus. Setiap perkawinan, selain cinta juga
diperlukan saling pengertian yang mendalam, kesediaan untuk saling menerima
pasangan masing-masing dengan latar belakang yang merupakan bagian dari
kepribadiannya. Hal ini berarti mereka juga harus bersedia menerima dan
memasuki lingkungan sosial budaya pasangannya, dan karenanya diperlukan
keterbukaan dan toleransi yang sangat tinggi, serta saling penyesuaian diri
yang harmonis. Orang menikah bukan hanya mempersatukan diri, tetapi seluruh
keluarga besarnya juga ikut (Anjani dan Suryanto, 2006).
Pemeriksaan kesehatan
sebelum menikah atau hamil khususnya pada wanita akan mengurangi angka
kesakitan dan kematian ibu dan anak. Beberapa penyakit yang kemungkinan
mengganggu proses kehamilan dapat di deteksi secara dini sehingga keadaan yang
lebih buruk dapat cepat dihindari (Purwoastuti dan Walyani, 2015). Seperti pada
kasus diatas, penyakit yang terjadi yaitu Albinisme Oculocutaneous. Albinisme Oculocutaneous
adalah sebuah kelompok dari empat kelainan autosomal resesif yang disebabkan
oleh hilang atau kurangnya biosintesis melanin dalam melanosit yang
menghasilkan hipopigmentasi rambut, kulit dan mata. Pengurangan melanin dalam
tes mata hasil pengurangan ketajaman visual disebabkan oleh hipoplasia foveal
dan misrouting dari serabut saraf optik. Albinisme dapat mempengaruhi orang
dari berbagai latar belakang etnis dan telah dipelajari secara ekstensif.
Sekitar satu dari 17000 orang telah memiliki salah satu jenis albinisme. Hal
ini menunjukkan bahwa sekitar 1 dari 70 orang membawa gen OCA (Oculocutaneous).
Prevalensi berbagai bentuk dari varietas albinisme di seluruh dunia, sebagian
menjelaskan dari penemuan perbedaan mutasi dari gen yang berbeda dan faktanya
hal tersebut secara klinis susah untuk dibedakan antara perbedaan sub tipe
albinisme dengan spektrum pigmentasi normal yang besar (Karen,dkk,2007). Menurut
Newton et al. (2001) dalam jurnal Handayani dkk (2011), berdasarkan ciri
fenotip, albinisme dibagi menjadi dua kelompok besar, yaitu: Ocular Albinism
(OA) dan Oculocutaneous Albinism (OCA). Ocular Albinism (OA) dapat dibagi
menjadi 3 tipe, yaitu OA1, OA2, dan OA3. Penderita Ocular Albinism (OA)
kekurangan pigmen hanya pada mata, sedangkan rambut dan kulit memiliki pigmen
normal. Sedangkan Oculocutaneous Albinism (OCA) dapat dibagi menjadi beberapa
tipe, yaitu OCAIA, OCAIB, OCA2, OCA3,dan OCA4 .
Albinisme mempengaruhi
satu dari 20.000 orang di seluruh dunia, tetapi prevalensi subtipe individu
bervariasi antara latar belakang etnis yang berbeda. OCA-1 adalah subtipe yang
paling umum ditemukan di Kaukasia dan menyumbang sekitar 50% dari kasus di
seluruh dunia. OCA-2, atau coklat OCA (BOCA), menyumbang 30% dari kasus di
seluruh dunia dan yang paling umum di Afrika, di mana ia diperkirakan
mempengaruhi satu dari 10.000 dan sebanyak satu dari 1.000 pada populasi
tertentu. Hal ini terutama disebabkan oleh OCA2 ditemukan penghapusan dilihat
pada frekuensi tinggi dalam populasi ini. OCA3, atau berwarna karat OCA (ROCA),
hampir tak terlihat di Kaukasia tapi mempengaruhi sekitar satu dari 8.500 orang
dari Afrika selatan atau 3% dari kasus di seluruh dunia. OCA-4 juga jarang di
antara orang berkulit putih serta pada Afrika, tapi di seluruh dunia itu
menyumbang 17% dari kasus dan di Jepang didiagnosis pada salah satu dari empat
orang yang terkena dengan OCA. Secara umum semua jenis albinisme memiliki beberapa
kekurangan pigmentasi, tetapi jumlah yang berbeda tergantung pada jenisnya.
OCA1 menyebabkan tidak adanya pigmen lengkap di kulit, rambut, dan mata, tetapi
beberapa orang mungkin memiliki beberapa derajat pigmentasi. OCA1 juga
mempengaruhi ketajaman visual yang berkurang, fotofobia (kepekaan terhadap
cahaya), dan nystagmus (gerakan mata disengaja). OCA2 menyebabkan minimal
sampai sedang derajat pigmentasi pada rambut, kulit, dan mata. OCA3 telah sulit
untuk mengidentifikasi berdasarkan penampilan saja. Sudah jelas terlihat ketika
seorang anak berkulit sangat terang atau sangat muda dari lahir namun memiliki
orang tua berkulit gelap. Albinisme okular hanya mempengaruhi mata, menyebabkan
pigmentasi minimal. Kesulitan mengendalikan gerakan mata, mengurangi ketajaman
visual, dan nistagmus mungkin terjadi. Gen OCA6 dan OCA7 terkait dengan
albinisme menunjukkan gejala visual klasik dan tanda-tanda tetapi tanpa
perubahan nyata dalam pola pigmentasi (Kamaraj dan Purohit, 2014).
Akibat adanya masalah penglihatan
dan kerentanan terhadap sinar matahari, maka penderita albinisme seringkali
juga menghadapi persoalan sosial budaya. Disadari atau tidak mereka kerap
dianggap aneh serta mengalami diskriminasi dan bahkan kekerasan fisik. Banyak
perkembangan budaya masyarakat di dunia ini yang terkait dengan penyikapan
terhadap penderita albinisme (Susanto,2011).
Menurut berita online
Tribun Kaltim,orang-orang yang terlahir albino di Republik Malawi, di daratan
Afrika bagian Selatan terancam mengalami “kepunahan sistematik”. Disebabkan
serangan tanpa henti yang dilatarbelakangi oleh hal berbau mistik takhayul.
Malawi merupakan tempat paling berbahaya di dunia bagi orang-orang yang
terlahir Albino karena wilayah ini masih sangat kental mempercayai hal berbau
takhayul. Dimana bagian tubuh dari orang albino dijual dengan harga yang sangat
tinggi yang banyak dicari untuk kepentingan ilmu gaib. Takhayul menyebabkan
banyak warga setempat yang mempercayai jika anak albino membawa sial.
Susanto (2011)
menambahkan bahwa kasus albinisme nampak tinggi di kelompok etnis tertentu
karena terjadinya perkawinan sekerabat. Sebagai contoh, Pulau Ukerewe di Danau
Viktoria Afrika dikenal sebagai tempat yang sangat banyak penderita
albinismenya. Hal ini diduga karena pulau tersebut secara geografi cukup
terisolasi sehingga perkawinan sekerabat menjadi tinggi frekuensinya.
BAB
V
PENUTUP
Kesimpulan
Oleh karena albinisme
merupakan kelainan bawaan yang pada umunnya disebabkan oleh alel resesif
autosomal, maka tidak dapat dibedakan antara individu normal dan individu
karier. Dengan demikian, frekuensinya di dalam suatu populasi sewaktu-waktu
dapat berubah' bergantung kepada tipe perkawinan yang terjadi. Hingga kini
belum ada pengobatan yang dapat diberikan unfirk menyembuhkan albinisme seperti
halnya pada kelainan bawaan lainnya. Namun, hal yang lebih penting adalah cara
masyarakat menyikapi para penderita albinisme agar tidak terjadi diskriminasi
sosial dan ada kesempatan yang sama bagi para penderita albinisme untuk dapat
berkarya seperti layaknya manusia normal.
DAFTAR PUSTAKA
Amanda Smith.
2014. Orang Dengan Kondisi Albinisme
Masih Didiskriminasi. http://www.radioaustralia.net.au/indonesian/2014-02-03/orang-dengan-kondisi-albinisme-masih-didiskriminasi/1258158,
diakses 02 Desember 2016.
Anjani, Cinde, dan Suryanto. 2006. Pola Penyesuaian
Perkawinan pada Periode Awal. Insan.
08 (03) : 198-210.
Ayuk Fitri. 2016. Menyedihkan, Ditempat Ini Orang yang Terlahir Albino Diburu dan
Dimutilasi. http://kaltim.tribunnews.com/2016/05/01/menyedihkan-ditempat-ini-orang-yang-terlahir-albino-diburu-dan-dimutilasi, diakses 13 Desember 2016.
Darmono.
2012. Toksikologi Genetik. Jakarta:
UI-Press.
Handayani dkk.
2011. Mutasi Missense (P.374phe/Leu) Pada
Ekson 5 Gen Matp, Penyebab Oculocutaneous Albinism Tipe 4 (Oca4) di Wonosobo, Jawa Tengah”, Vol.8 nomor 1:412-416.
Kamaraj,Balu., dan Purohit,Rituraj. 2014. Review
Article Mutational Analysis of Oculocutaneous Albinism: A Compact Review. BioMed Research International. 05 (09) :
1-10.
Karen,dkk. 2007. Review Oculocutaneous Albinism. Orphanet Journal of Rare Disease. 02
(43) : 1-8.
Maryunani, Anik. 2010. Biologi Reproduksi Dalam Kebidanan. Jakarta : Trans Info Media.
Newton, J.M., Cohen-Barak,O., Hagiwara, N., Gardner,
J.M., Davisson, M.T., King, R.A. and Brilliant. 2001. Mutation in Human
Orthologue of The Mouse Underwhite Gene (uw) Underlie A New Form of
Oculocutaneous Albinism OCA 4. Am. J. Hum. Gen.c.69: 981-988.
Purwoastuti, E., dan Walyani, E, S. 2015. Panduan Materi Kesehatan Reproduksi dan
Keluarga Berencana. Yogyakarta : Pustaka Baru Press.
Suryo. 2010. Genetika Manusia. Yogyakarta: Gadjah
Mada University Press.
Susanto, A.H. 2011. Genetila Edisi ke-l. Yogyakarta :
Penerbit Graha Ilmu.
Casino Site Review | Lucky Club
BalasHapusCasino site reviews, including welcome bonuses, loyalty programs, banking methods and more, luckyclub are posted weekly. Read our in-depth review. Rating: 9/10 · Review by LuckyClub.