Selasa, 27 Desember 2016

Teori Perkawinan & Genetika mata kuliah Kesehatan Reproduksi

MATA KULIAH DASAR KESEHATAN REPRODUKSI
TEORI PERKAWINAN DAN GENETIKA


Disusun oleh:
Kelompok : 2
Kelas : A

Tiara Rimona Febintika       (I1A015024)
Anita Firstiana Nemesis        (I1A015035)
Linda Rossita Wanti             (I1A015073)
Mairina Yulistiani                 (I1A015097)
M. Fariz Al Ghozi                 (I1A015082)
Fita Aulia Ningtyas               (I1A015111)

KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI
FAKULTAS ILMU-ILMU KESEHATAN
JURUSAN KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
PURWOKERTO
2016


BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang     
Manusia mempunyai dua golongan sel dalam tubuhnya yaitu, sel “somatic” (somatik) dan “germ line” (germinal). Hampir semua sel dalam tubuh adalah sel somatik, dimana sel tersebut terdapat didalam semua organ tubuh dan berfungsi sesuai dengan masing-masing organ kecuali fungsi untuk melanjutkan keturunan genetik untuk generasi maka mereka selanjutnya. Sel tersebut adalah sel germinal, ialah sel yang mengandung gen pada sel sperma dan sel telur yang menyimpan informasi gen untuk anak cucu mereka. Sel somatik, dalam intinya mengandung kromosom somatik yang sering disebut autosomal kromosom, sedang sel germinal mengandung seks kromosom atau sering disebut X,Y kromosom. Dimana XX terdapat pada sel telur (ova) dan XY kromosom pada sel sperma (spermatozoa). Gangguan kelainan genetik yang diturunkan, dapat terjadi pada autosomal kromosom, seks kromosom dan mutasi genetik pada susunan pasangan basanya (DNA) (Darmono, 2012).
Gangguan kelainan genetik adalah suatu kondisi penyakit yang disebabkan oleh adanya abnormalitas didalam gen atau kromosom pada sel seseorang. Istilah penyakit genetik biasanya terjadi pada semua sel dari jaringan tubuh, hal tersebut timbul, sejak terjadinya proses pembuahan pada induk atau ibu yang mengandungnya (Darmono, 2012).
Sejak lama telah dikenal beberapa penyakit atau kelainan metabolisme didalam tubuh manusia, yang disebabkan karena tidak adanya gen yang mengawasi pembentukan enzim yang sangat dibutuhkan untuk berbagai proses fisiologi tertentu. Apabila gen yang dibutuhkan untuk menentukan enzim tertentu itu tidak ada, maka enzim tidak akan terbentuk, dan terjadilah suatu blok metabolisme. Dengan adanya blok metabolisme ini terjadilah gangguan metabolisme dalam tubuh orang dan yang bersangkutan akan menderita penyakit metabolisme bawaan (Suryo. 1986).
Albinisme merupakan salah satu penyakit dari kesalahan metabolisme bawaan. Kelainan ini disebabkan karena tubuh seseorang tidak mampu membentuk enzim yang diperlukan untuk mengubah asam amino tirosin menjadi beta-3, 4-Dihidroksiphenylalanin untuk selanjutnya diubah menjadi pigmen melanin. Jadi albinisme bukannya disebabkan karena adanya penimbunan. tirosin dalam tubuh, melainkan karena tidak dapatnya tirosin diubah menjadi melanin (Suryo. 1986).



BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A.    Pengertian Genetika dan Penurunan Sifat Autosomal
Istilah genetika berasal dari kata genos,  yang berarti suku bangsa  atau asal-usul. Genetika merupakan ilmu yang mempelajari tentang asal-usul/keturunan; variasi pada organisme; dan berbagai problematika manusia seperti kesehatannya, cacat lahirnya jasmani maupun mental, pewarisan ciri-ciri dan kelainan bawaan, bahkan sampai merekayasanya. Sedangkan, genetika manusia adalah ilmu yang mempelajari variasi manusia dan interaksi antara faktor genetika dan faktor lingkungan yang menghasilkan variasi tersebut (Maryunani, 2010).
Penurunan sifat autosomal adalah penurunan sifat yang diperankan oleh autosom (kromosom pada sel somatis). Penurunan autosomal terdiri dari autosomal dominan dan autosomal resesif. Autosomal dominan diperankan dalam oleh gen dominan pada sel somatis, sedangkan autosomal resesif diperankan oleh gen resesif yang terdapat pada sel somatis (Maryunani, 2010).
B.     Pengertian Albinisme
Albinisme adalah suatu kelainan yang disebabkan oleh homozigot resesif aa, sehingga tubuh seseorang tidak mampu membentuk enzim yang diperlukan untuk mengubah asam amino-resin menjadi 3,4-dihidroksifenilalanin yang selanjutnya akan diubah menjadi pigmen melanin. Pigmen melanin diperlukan untuk mewarnai rambut, kulit, dan mata. Penderita akan tampak berkulit merah muda, rambut putih, dan bermata sehat (Maryunani, 2010).
Albinisme merupakan suatu contoh yang baik untuk trait yang tergantung pada gen resesif. Seorang yang bukan albino, maka pigmen melanin dibentuk dalam kulit, rambut, dan iris. Seorang albino tidak ditemukan deposit pigmen melanin di daerah tersebut, sehingga kulit bewarna merah muda, rambut putih dan mata merah karena refleksi pembuluh darah pada mata (Maryunani, 2010).
Albinisme adalah penderita tidak mampu membentuk enzim untuk tiroksin β 3,4-dihidroksi phenyl alanin (DOPA) sehingga tidak mempunyai pigmen melanin, yang membuat warna rambut, warna kulit, dan warna mata menjadi rusak. Normal (AA dan Aa) dan penderita (aa) (Maryunani, 2010).
C.    Macam-macam Albinisme
Handayani dkk (2011) Albinisme merupakan kelainan genetik berupa gangguan sintesis melanin yang terjadi pada berbagai ras manusia dan merupakan kelainan autosomal resesif. Berdasarkan ciri fenotip, albinisme dibagi menjadi dua kelompok besar, yaitu: Ocular Albinism (OA) dan Oculocutaneous Albinism (OCA).  
1.    Ocular Albinism (OA)
Ocular Albinism (OA) dapat dibagi menjadi 3 tipe, yaitu OA1, OA2, dan OA3. Penderita Ocular Albinism (OA) kekurangan pigmen hanya pada mata, sedangkan rambut dan kulit memiliki pigmen normal.
2.    Oculocutaneous Albinism (OCA)
Oculocutaneous Albinism (OCA) dapat dibagi menjadi beberapa tipe, yaitu OCAIA, OCAIB, OCA2, OCA3,dan OCA4. Penyandang Oculocutaneous Albinism (OCA) rata-rata terjadi pada 1/20.000 orang diseluruh dunia.  
D.    Gejala Albinisme
Semua tipe albinisme mempunyai kelainan yang sama pada bola mata termasuk gejala nistagmus congenital, hipopigmentasi iris yang berkembang menjadi translusensi iris, kurangya pigmentasi dari epitel retina, foveal hipoplasi, berkurangnya penglihatan pada kisaran 20/60 – 20/400 dan kesalahan alat fraksi, dan derajat pencitaan warna juga berkurang. Gejala fotofobia mungkin terjadi secara permanen. Sering terjadi adanya gangguan pergerakan syaraf optik, termasuk persilangan serabut kiasma optik yang berakibat terjadinya strabismus dan berkurangnya penglihatan sterioskopik (Darmono, 2012).
E.     Penanggulangan
Penyakit/bule adalah suatu kondisi penyakit yang tidak dapat disembuhkan, tetapi beberapa perlakuan dapat dikerjakan untuk meringankan gejala penyakit. Yang paling penting adalah meningkatkan daya penglihatan, melindungi mata dari sinar terang, dan mencegah kerusakan kulit dari sinar matahari. Perbaikan kondisi tersebut sangat bergantung pada tipe dari albinisme dan keparahan gejala yang terjadi, pada orang tertentu dengan gejala ocular albinisme mungkin dapat terjadi perubahan normal pigmentasi dari kulit, sehingga tidak perlu dilakukan pencegahan kerusakan kulit. Bagian yang terpenting untuk terapi adalah rehabilitasi penglihatan, operasi adalah salah satu alternatif untuk memperbaiki otot mata untuk mengurangi gejala nistamus, strabismus kesalahan refraktif seperti astigmatisme. Operasi strabismus dapat menigkatkan daya penglihatan, begitu juga operasi pada penderita nistagmus.penggunaan kacamata atau lensa kontak juga dapat dilakukan untuk mengoreksi penglihatan untuk membaca atau melihat jauh walaupun penglihatan tersebut masih belum sempurna (Darmono,2012).


BAB III
TINJAUAN KASUS

Sewaktu muda, penduduk Brisbane dengan albinisme bernama Marion Morrison, 68 tahun, disekolahkan di sekolah tuna netra karena kemampuan penglihatannya yang rendah. Saudara laki-lakinya, Ken, menghadiri sekolah biasa, namun amat kesulitan mengikuti pelajaran. Menurut Morrison, kemampuan penglihatannya kira-kira 5 persen. Ia juga mewarnai rambutnya saat berusia 22 tahun, karena muak dijadikan bahan omongan orang lain. "Pertama kali, ibu mertua saya yang mewarnai. Ia menggunakan warna pirang madu, tapi jadinya malah warna aprikot [sejenis persik] terang. Akhirnya saya pergi ke salon," ceritanya.
Morrison gemar bermain lawn bowls, yaitu olahraga yang agak mirip bowling, tapi dilakukan di taman. Permainan luar ruangan ini cukup beresiko bagi seseorang dengan albinisme yang harus berhati-hati terhadap sinar matahari. Tahun 1990, di Selandia Baru, ia sempat mengalami terbakar matahari yang cukup parah karena bermain lawn bowls di tengah suhu tinggi.Untuk mencegah hal macam itu terjadi lagi, ia harus memakai celana panjang, sarung tangan, dan topi, hingga yang terlihat hanya mulut dan pipinya.Morrison memiliki empat anak laki-laki, tapi tidak ada di antara mereka yang mengalami albinisme. Salah satu cucunya hidup dengan albinisme ringan.
Kasus yang lain dialami oleh Ted Thomas, yang berusia 71 tahun dan berasal dari New South Wales, membawa sejumlah kacamata ke konferensi. Ia sudah memakai kacamata khusus sejak berusia 14 minggu, dan begitu bangun pagi, ia harus langsung memakai kacamata hitam.Seperti banyak orang dengan albinisme lainnya, Thomas sensitif terhadap cahaya matahari. Namun, saat ia masih muda, belum ada tabir surya dalam bentuk seperti yang banyak dipakai sekarang ini.Pengetahuan masyarakat tentang albinisme pun dahulu belum seperti sekarang. Hingga ia mengaku sering ditanya mengapa rambutnya begitu putih dan sering diejek dengan julukan seperti tokoh kartun hantu 'Casper.' Berbeda dengan Marion, Ted Thomas mengaku tak ada anak atau cucunya yang hidup dengan albinisme.
Thomas dan Marion hidup dengan jenis albinisme yang bernama oculocutaneous albinisme. Albinisme diturunkan dengan cara resesif. Ini berarti, terjadi bila kedua orang tua adalah pembawa gen albinisme, dan untuk satu anak dari pasangan macam ini, kemungkinan albinisme sebesar satu banding empat.
Kisah lain datang dari Karissa Harp dan suaminya tidak hidup dengan albinisme, tapi memiliki dua anak dengan albinisme. Saat ini, mereka tengah berusaha agar anak-anak mereka tidak mengalami rendah diri karena kondisi tersebut, sekaligus menjaga kondisi fisik mereka, seperti memastikan agar mereka lebih sering memakai tabir surya. Ada juga perempuan dengan albinisme di Tuvalu yang harus berjalan dengan mata tertutup dan tangan meraba-raba agar tidak menabrak sesuatu.
Dr Murray Brilliant, direktur Sentra Genetika Manusia di Klinik Marshfield, Amerika Serikat, menyatakan bahwa di Australia perbandingan terjadi kondisi albinisme adalah sekitar 1:17.000. Ada populasi tertentu di dunia, seperti penduduk bumiputera Kuna di Panama di mana perbandingannya lebih tinggi. Menurut Murray Brilliant, yang meneliti tentang genetika di Tanzania, Afrika, ada banyak mitos tentang albinisme di negara tersebut. "Situasi di Tanzania cukup buruk bagi mereka yang mengalami albinisme. Ada kepercayaan tentang sihir tertentu dan bahwa bagian tubuh bisa jadi obat atau bahan ramuan, terutama bagian tubuh orang dengan albinisme," ceritanya. Hingga, banyak orang dengan albinisme yang dibunuh untuk bagian tubuh mereka, bahkan, terkadang disembelih di hadapan orang tua mereka, cerita Brilliant.  Ini juga terjadi di banyak negara sub-sahara lain di Afrika.
Menurut Melanie Boulton, yang anaknya mengalami albinisme, sebutan 'albino' sebenarnya kurang sopan dan cenderung merendahkan, karena kata albino menunjuk pada kondisinya dan bukan orang yang mengalami kondisi tersebut."Tidak benar pula bahwa orang dengan albinisme memiliki mata merah seperti kelinci," ungkap MIke McGowan, direktur eksekutif Organisasi Albinisme dan Hypopigmentasi di Amerika Serikat.


BAB IV
PEMBAHASAN

Perkawinan merupakan ikatan lahir batin dan persatuan antara 2 pribadi yang berasal dari keluarga, sifat, kebiasaan dan budaya yang berbeda. Perkawinan juga memerlukan penyesuaian secara terus menerus. Setiap perkawinan, selain cinta juga diperlukan saling pengertian yang mendalam, kesediaan untuk saling menerima pasangan masing-masing dengan latar belakang yang merupakan bagian dari kepribadiannya. Hal ini berarti mereka juga harus bersedia menerima dan memasuki lingkungan sosial budaya pasangannya, dan karenanya diperlukan keterbukaan dan toleransi yang sangat tinggi, serta saling penyesuaian diri yang harmonis. Orang menikah bukan hanya mempersatukan diri, tetapi seluruh keluarga besarnya juga ikut (Anjani dan Suryanto, 2006).
Pemeriksaan kesehatan sebelum menikah atau hamil khususnya pada wanita akan mengurangi angka kesakitan dan kematian ibu dan anak. Beberapa penyakit yang kemungkinan mengganggu proses kehamilan dapat di deteksi secara dini sehingga keadaan yang lebih buruk dapat cepat dihindari (Purwoastuti dan Walyani, 2015). Seperti pada kasus diatas, penyakit yang terjadi yaitu Albinisme Oculocutaneous. Albinisme Oculocutaneous adalah sebuah kelompok dari empat kelainan autosomal resesif yang disebabkan oleh hilang atau kurangnya biosintesis melanin dalam melanosit yang menghasilkan hipopigmentasi rambut, kulit dan mata. Pengurangan melanin dalam tes mata hasil pengurangan ketajaman visual disebabkan oleh hipoplasia foveal dan misrouting dari serabut saraf optik. Albinisme dapat mempengaruhi orang dari berbagai latar belakang etnis dan telah dipelajari secara ekstensif. Sekitar satu dari 17000 orang telah memiliki salah satu jenis albinisme. Hal ini menunjukkan bahwa sekitar 1 dari 70 orang membawa gen OCA (Oculocutaneous). Prevalensi berbagai bentuk dari varietas albinisme di seluruh dunia, sebagian menjelaskan dari penemuan perbedaan mutasi dari gen yang berbeda dan faktanya hal tersebut secara klinis susah untuk dibedakan antara perbedaan sub tipe albinisme dengan spektrum pigmentasi normal yang besar (Karen,dkk,2007). Menurut Newton et al. (2001) dalam jurnal Handayani dkk (2011), berdasarkan ciri fenotip, albinisme dibagi menjadi dua kelompok besar, yaitu: Ocular Albinism (OA) dan Oculocutaneous Albinism (OCA). Ocular Albinism (OA) dapat dibagi menjadi 3 tipe, yaitu OA1, OA2, dan OA3. Penderita Ocular Albinism (OA) kekurangan pigmen hanya pada mata, sedangkan rambut dan kulit memiliki pigmen normal. Sedangkan Oculocutaneous Albinism (OCA) dapat dibagi menjadi beberapa tipe, yaitu OCAIA, OCAIB, OCA2, OCA3,dan OCA4 .
Albinisme mempengaruhi satu dari 20.000 orang di seluruh dunia, tetapi prevalensi subtipe individu bervariasi antara latar belakang etnis yang berbeda. OCA-1 adalah subtipe yang paling umum ditemukan di Kaukasia dan menyumbang sekitar 50% dari kasus di seluruh dunia. OCA-2, atau coklat OCA (BOCA), menyumbang 30% dari kasus di seluruh dunia dan yang paling umum di Afrika, di mana ia diperkirakan mempengaruhi satu dari 10.000 dan sebanyak satu dari 1.000 pada populasi tertentu. Hal ini terutama disebabkan oleh OCA2 ditemukan penghapusan dilihat pada frekuensi tinggi dalam populasi ini. OCA3, atau berwarna karat OCA (ROCA), hampir tak terlihat di Kaukasia tapi mempengaruhi sekitar satu dari 8.500 orang dari Afrika selatan atau 3% dari kasus di seluruh dunia. OCA-4 juga jarang di antara orang berkulit putih serta pada Afrika, tapi di seluruh dunia itu menyumbang 17% dari kasus dan di Jepang didiagnosis pada salah satu dari empat orang yang terkena dengan OCA. Secara umum semua jenis albinisme memiliki beberapa kekurangan pigmentasi, tetapi jumlah yang berbeda tergantung pada jenisnya. OCA1 menyebabkan tidak adanya pigmen lengkap di kulit, rambut, dan mata, tetapi beberapa orang mungkin memiliki beberapa derajat pigmentasi. OCA1 juga mempengaruhi ketajaman visual yang berkurang, fotofobia (kepekaan terhadap cahaya), dan nystagmus (gerakan mata disengaja). OCA2 menyebabkan minimal sampai sedang derajat pigmentasi pada rambut, kulit, dan mata. OCA3 telah sulit untuk mengidentifikasi berdasarkan penampilan saja. Sudah jelas terlihat ketika seorang anak berkulit sangat terang atau sangat muda dari lahir namun memiliki orang tua berkulit gelap. Albinisme okular hanya mempengaruhi mata, menyebabkan pigmentasi minimal. Kesulitan mengendalikan gerakan mata, mengurangi ketajaman visual, dan nistagmus mungkin terjadi. Gen OCA6 dan OCA7 terkait dengan albinisme menunjukkan gejala visual klasik dan tanda-tanda tetapi tanpa perubahan nyata dalam pola pigmentasi (Kamaraj dan Purohit, 2014).
Akibat adanya masalah penglihatan dan kerentanan terhadap sinar matahari, maka penderita albinisme seringkali juga menghadapi persoalan sosial budaya. Disadari atau tidak mereka kerap dianggap aneh serta mengalami diskriminasi dan bahkan kekerasan fisik. Banyak perkembangan budaya masyarakat di dunia ini yang terkait dengan penyikapan terhadap penderita albinisme (Susanto,2011).
Menurut berita online Tribun Kaltim,orang-orang yang terlahir albino di Republik Malawi, di daratan Afrika bagian Selatan terancam mengalami “kepunahan sistematik”. Disebabkan serangan tanpa henti yang dilatarbelakangi oleh hal berbau mistik takhayul. Malawi merupakan tempat paling berbahaya di dunia bagi orang-orang yang terlahir Albino karena wilayah ini masih sangat kental mempercayai hal berbau takhayul. Dimana bagian tubuh dari orang albino dijual dengan harga yang sangat tinggi yang banyak dicari untuk kepentingan ilmu gaib. Takhayul menyebabkan banyak warga setempat yang mempercayai jika anak albino membawa sial.
Susanto (2011) menambahkan bahwa kasus albinisme nampak tinggi di kelompok etnis tertentu karena terjadinya perkawinan sekerabat. Sebagai contoh, Pulau Ukerewe di Danau Viktoria Afrika dikenal sebagai tempat yang sangat banyak penderita albinismenya. Hal ini diduga karena pulau tersebut secara geografi cukup terisolasi sehingga perkawinan sekerabat menjadi tinggi frekuensinya.




BAB V
PENUTUP
Kesimpulan
Oleh karena albinisme merupakan kelainan bawaan yang pada umunnya disebabkan oleh alel resesif autosomal, maka tidak dapat dibedakan antara individu normal dan individu karier. Dengan demikian, frekuensinya di dalam suatu populasi sewaktu-waktu dapat berubah' bergantung kepada tipe perkawinan yang terjadi. Hingga kini belum ada pengobatan yang dapat diberikan unfirk menyembuhkan albinisme seperti halnya pada kelainan bawaan lainnya. Namun, hal yang lebih penting adalah cara masyarakat menyikapi para penderita albinisme agar tidak terjadi diskriminasi sosial dan ada kesempatan yang sama bagi para penderita albinisme untuk dapat berkarya seperti layaknya manusia normal.



DAFTAR PUSTAKA

Amanda Smith. 2014. Orang Dengan Kondisi Albinisme Masih Didiskriminasi. http://www.radioaustralia.net.au/indonesian/2014-02-03/orang-dengan-kondisi-albinisme-masih-didiskriminasi/1258158, diakses 02 Desember 2016.
Anjani, Cinde, dan Suryanto. 2006. Pola Penyesuaian Perkawinan pada Periode Awal. Insan. 08 (03) : 198-210.

Ayuk Fitri. 2016. Menyedihkan, Ditempat Ini Orang yang Terlahir Albino Diburu dan Dimutilasi. http://kaltim.tribunnews.com/2016/05/01/menyedihkan-ditempat-ini-orang-yang-terlahir-albino-diburu-dan-dimutilasi, diakses 13 Desember 2016.

Darmono. 2012. Toksikologi Genetik. Jakarta: UI-Press.
Handayani dkk. 2011. Mutasi Missense (P.374phe/Leu) Pada Ekson 5 Gen Matp, Penyebab Oculocutaneous Albinism Tipe 4 (Oca4) di Wonosobo, Jawa Tengah”, Vol.8 nomor 1:412-416.
Kamaraj,Balu., dan Purohit,Rituraj. 2014. Review Article Mutational Analysis of Oculocutaneous Albinism: A Compact Review. BioMed Research International. 05 (09) : 1-10.
Karen,dkk. 2007. Review Oculocutaneous Albinism. Orphanet Journal of Rare Disease. 02 (43) : 1-8.
Maryunani, Anik. 2010. Biologi Reproduksi Dalam Kebidanan. Jakarta : Trans Info Media.
Newton, J.M., Cohen-Barak,O., Hagiwara, N., Gardner, J.M., Davisson, M.T., King, R.A. and Brilliant. 2001. Mutation in Human Orthologue of The Mouse Underwhite Gene (uw) Underlie A New Form of Oculocutaneous Albinism OCA 4. Am. J. Hum. Gen.c.69: 981-988.
Purwoastuti, E., dan Walyani, E, S. 2015. Panduan Materi Kesehatan Reproduksi dan Keluarga Berencana. Yogyakarta : Pustaka Baru Press.
Suryo. 2010. Genetika Manusia. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Susanto, A.H. 2011. Genetila Edisi ke-l. Yogyakarta : Penerbit Graha Ilmu.

1 komentar:

  1. Casino Site Review | Lucky Club
    Casino site reviews, including welcome bonuses, loyalty programs, banking methods and more, luckyclub are posted weekly. Read our in-depth review. Rating: 9/10 · ‎Review by LuckyClub.

    BalasHapus